30/04/12

SALMAN AL-FARISI - SANG PENCARI KEBENARAN

SALMAN AL-FARISI

SANG PENCARI KEBENARAN

(Kisah Sahabat KE-2)

Salman Al-Farisi mengisahkan tentang dirinya:

"Aku berasal dari Isfahan, warga suatu desa yang bernama "Ji". Bapakku seorang bupati di daerah itu, dan aku merupakan makhluk Allah yang paling disayanginya. Aku membaktikan diri dalam agama Majusi, hingga diserahi tugas sebagai penjaga api, yang bertanggung jawab atas nyalanya dan tidak membiarakannya padam.

Bapakku memiliki sebidang tanah. Pada suatu hari aku disuruhnya ke sana. Dalam perjalanan ke tempat tujuan, aku melewati sebuah gereja milik kaum Nasrani Kudengar mereka sedang sembahyang, kemudian aku masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan. Aku kagum melihat cara mereka sembahyang dan kataku dalam hati, 'lni lebih baik dari apa yang aku anut selama ini!'

Aku tidak beranjak dari tempat itu sampai matahari terbenam sehingga membatalkan untuk pergi ke tanah milik bapakku dan tidak kembali pulang, hingga bapak mengirim orang untuk menyusulku. Karena agama mereka menarik perhatianku, kutanyakan kepada orang-orang Nasrani dari mana asal usul agama mereka. 'Dari Syiria', ujar mereka.

Ketika aku berhadapan dengan bapakku, kukatakan kepadanya, 'Aku lewat pada suatu kaum yang sedang melakukan upacara sembahyang di gereja. Upacara mereka amat mengagumkanku. Kulihat pula agama mereka lebih baik dari agama kita.'

Aku dan bapakku pun melakukan diskusi, tetapi berakhir dengan dirantainya kakiku dan dipenjarakannya diriku.

Kepada orang-orang Nasrani kukirim berita bawah aku telah menganut agama mereka. Kupinta pula apabila datang rombongan dari Syiria, supaya aku diberi tahu sebelum mereka kembali karena aku akan ikut bersama mereka ke sana. Permintaanku mereka kabulkan, lalu kuputuskan rantai, meloloskan diri dari penjara, dan menggabungkan diri dengan rombongan itu menuju Syiria.

Sesampai di sana kutanyakan seorang ahli dalam agama itu, dijawabnya bahwa ia adalah uskup pemilik gereja. Kemudian aku datang kepadanya dan kuceritakan keadaanku. Akhirnya, tinggallah aku bersamanya sebagai pelayan, melaksanakan ajaran mereka, dan belajar.

Sayang uskup itu orang yang tidak baik beragamanya karena sedekah yang dikumpulkannya dari orang-orang dengan alasan untuk dibagikan, ternyata disimpan untuk dirinya sendiri.

Kemudian uskup itu wafat. Dan mereka mengangkat orang lain sebagai gantinya. Kulihat tak ada seorang pun yang lebih baik beragamanya dari uskup baru ini. Aku pun mencintainya sedemikian rupa sehingga hatiku merasa tak seorang pun yang lebih kucintai sebelum itu daripadanya.

Hingga tatkala ajalnya telah dekat, tanyaku kepadanya, 'Seperti yang Anda maklumi, telah dekat saat berlakunya takdir Allah atas diri Anda. Maka apakah yang harus aku perbuat dan siapakah sebaiknya yang harus aku hubungi?'

'Anakku,' ujarnya, 'tak seorang pun menurut pengetahuanku yang sama langkahnya dengan aku, kecuali seorang pemimpin yang tinggal di Mosul.'

Lalu, takkala ia wafat, aku pun berangkat ke Mosul dan menghubungi pendeta yang disebutkannya itu. Kuceritakan kepadanya pesan dari uskup tadi dan aku tinggal bersamanya selama waktu yang dikehendaki Allah.

Kemudian tatkala ajalnya telah dekat pula, kutanyakan kepadanya siapa yang harus kuturuti. Ditunjukkannyalah orang saleh yang tinggal di Nasibin. Aku datang kepadanya dan kuceritakan perihalku, lalu tinggal bersamanya selama waktu yang dikehendaki Allah pula.

Tatkala ia hendak meninggal, aku bertanya pula kepadanya. Kemudian aku disuruhnya untuk menghubungi seorang pemimpin yang tinggal di Amuria, suatu kota yang termasuk wilayah Romawi.

Aku berangkat ke sana dan tinggal bersamanya. Sebagai bekal hidup aku beternak sapi dan kambing beberapa ekor.

Akhirnya, dekatlah pula ajalnya dan kutanyakan kepadanya siapa yang harus aku percayai sepeninggalnya. Ujarnya, 'Anakku, tak seorang pun yang kukenal serupa dengan kita keadaannya dan dapat aku percayakan engkau kepadanya.

Namun, sekarang telah dekat datangnya masa kebangkitan seorang nabi yang mengikuti agama Ibrahim secara murni. la nanti akan hijrah ke suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak antara dua bidang tanah berbatu-batu hitam.

Seandainya kamu dapat pergi ke sana, temuilah dia. Ia mempunyai tanda-tanda yang jelas dan gamblang, yaitu ia tidak mau makan harta sedekah, sebaliknya, dia bersedia menerima hadiah, dan dipundaknya ada cap kenabian yang jika kau melihatnya, kau akan segera mengenalinya.

Kebetulan pada suatu hari lewatlah suatu rombongan berkendaraan, lalu kutanyakan dari mana mereka datang. Tahulah aku bahwa mereka dari jazirah Arab. Aku pun berkata kepada mereka, 'Maukah kalian membawaku ke negeri kalian dan sebagai imbalannya kuberikan kepada kalian sapi-sapi dan kambing-kambingku ini?' Mereka pun menyetujuinya.

Demikianlah mereka membawaku serta dalam perjalanan hingga sampai di suatu negeri yang bernama Wadil Qura. Di sana aku mengalami penganiayaan, mereka menjualku kepada seorang Yahudi.

Ketika tampak olehku banyak pohon kurma, aku berharap kiranya negeri ini yang disebutkan pendeta kepadaku dulu, yakni yang akan menjadi tempat hijrah nabi yang ditunggu. Ternyata dugaanku meleset.

Mulai saat itu aku tinggal bersama orang yang membeliku, hingga pada suatu hari datang seorang Yahudi dari Bani Quraizhah yang membeliku darinya. Aku dibawanya ke Medinah dan demi Allah baru saja kulihat negeri itu, aku pun yakin itulah negeri yang disebutkan dulu.

Aku tinggal bersama Yahudi itu dan bekerja di perkebunan kurma milik Bani Quraizhah, hingga datang saat dibangkitkannya Rasulullah saw. yang datang ke Medinah dan singgah di Bani 'Amr bin 'Auf di Quba.

Pada suatu hari ketika aku berada di puncak pohon kurma, sedangkan majikanku sedang duduk di bawahnya, tiba-tiba datang seorang Yahudi saudara sepupunya yang berkata, 'Bani Qilah celaka! Mereka berkerumun mengelilingi seorang lelaki di Quba yang datang dari Mekah dan mengaku sebagai Nabi!'

Demi Allah, baru saja ia mengucapkan kata-kata itu, tubuhku pun bergetar keras hingga pohon kurma itu bagai berguncang dan hampir saja aku jatuh menimpa majikanku. Aku segera turun dan aku bertanya kepada orang tadi, 'Apa kata Anda? Ada berita apa?'

Bukan jawaban yang aku terima, melainkan pukulan telak dari majikanku seraya berkata, 'Apa urusanmu dengan ini?! Ayo, kembali bekerja!'

Setelah hari petang, kukumpulkan semua yang ada padaku, lalu keluar dan pergi menemui Rasulullah saw. di Quba. Aku masuk menemuinya ketika beliau sedang duduk bersama beberapa orang anggota rombongan.

Lalu, kataku kepada mereka, 'Tuan-tuan adalah perantau yang sedang dalam kebutuhan. Kebetulan aku mempunyai persediaan makanan yang telah kujanjikan untuk sedekah. Dan setelah mendengar keadaan tuan-tuan, menurut hematku, tuan-tuanlah yang lebih layak menerimanya, dan makanan itu kubawa ke sini,' kataku sambil menghidangkan makanan di hadapan beliau.

'Makanlah dengan nama Allah!' sabda Rasulullah saw kepada para sahabatnya, tetapi beliau tidak sedikit pun mengulurkan tangannya untuk menjamah makanan itu.

Demi Allah, kataku dalam hati, inilah salah satu dari tanda-tandanya, yaitu ia tidak mau memakan harta sedekah.

Aku kembali pulang, tetapi keesokan harinya pagi-pagi aku kembali menemui Rasulullah saw sambil membawa makanan. Aku berkata kepadanya, 'Kulihat Tuan tidak ingin makan makanan sedekah, tetapi aku mempunyai sesuatu yang ingin kuserahkan kepada Tuan sebagai hadiah' sambil kutaruh makanan di hadapannya.

Kemudian kepada para sahabatnya bersabda, 'Makanlah dengan menyebut nama Allah!'

Beliau pun turut makan bersama para sahabatnya. Demi Allah, inilah tanda yang kedua, yaitu ia bersedia menerima hadiah.

Aku kembali pulang dan tinggal di tempatku beberapa lama. Kemudian aku pergi mencari Rasulullah saw. dan kutemui beliau di Bapi' sedang mengiringkan jenazah dan dikelilingi oleh para sahabatnya. la memakai dua lembar kain lebar, yang satu dipakainya untuk sarung dan satu lagi sebagai baju.

Kuucapkan salam kepadanya dan kutolehkan padanganku hendak melihat tanda di pundaknya. Rupanya ia mengerti maksudku, lalu disingkapkanlah kain burdahnya dari lehernya dan tampaklah tanda yang kucari di pundaknya, yaitu cap kenabian sebagaimana yang disebutkan oleh pendeta dulu.

Melihat itu aku meratap dan menciuminya sambil menangis. Lalu, aku dipanggil menghadap oleh beliau. Aku duduk di hadapannya, lalu aku ceritakan kisahku kepadanya.

Akhirnya, aku pun masuk Islam, tetapi perbudakan menjadi penghalang bagiku untuk menyertai Perang Badar dan Uhud. Kemudian pada suatu hari Rasulullah saw. memerintahkan kepadaku, 'Mintalah kepada majikanmu agar ia bersedia membebaskanmu dengan menerima uang tebusan!'

Aku turuti perintah beliau dan para Sahabat diperintahkan untuk membantuku dalam soal keuangan.

Akhirnya, aku dimerdekakan oleh Allah SWT dan hidup sebagai seorang muslim yang bebas merdeka. Aku pun menjadi bagian bersama Rasulullah dalam Perang Khandaq dan peperangan lainnya."

Kisah kepahlawanan Salman yang terkenal adalah karena idenya membuat parit dalam upaya melindungi kota Madinah dalam Perang Khandaq. Ketika itu Madinah akan diserang pasukan Quraisy yang mendapat dukungan dari suku-suku Arab lainnya yang berjumlah 10.000 personel. Pemimpin pasukan itu adalah Abu Sufyan. Ancaman juga datang dari dalam Madinah, di mana penganut Yahudi dari Bani Quradhzah akan mengacau dari dalam kota.

Rasulullah SAW pun meminta masukan dari sahabat-sahabatnya bagaimana strategi menghadapi mereka. Setelah bermusyawarah akhirnya saran Salman Al Farisi atau yang biasa dipanggil Abu Abdillah diterima. Strategi Salman memang belum pernah dikenal oleh bangsa Arab pada waktu itu. Namun atas ketajaman pertimbangan Rasulullah SAW, saran tersebut diterima.

Atas saran Salman itulah perang dengan jumlah pasukan yang tak seimbang dimenangkan kaum Muslimin.

Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, Salman dikirim untuk menjadi gubernur di daerah kelahirannya, hingga dia wafat.

MUSH'AB BIN UMAIR - DUTA PERTAMA ISLAM

MUSH'AB BIN UMAIR

DUTA PERTAMA ISLAM

 (Kisah Sahabat ke-1)

Mush'ab bin Umair salah seorang diantara para sahabat Nabi. Ia seorang remaja Quraisy terkemuka, gagah dan tampan, penuh dengan jiwa dan semangat kemudaan.  Para ahli sejarah melukiskan semangat kemudaannya dengan kalimat: "Seorang warga kota Makkah yang mempunyai nama paling harum."

Mush'ab lahir dan dibesarkan dalam kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya. Mungkin tak seorang pun di antara anak-anak muda Makkah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya sebagaimana yang dialami Mush'ab bin Umair.

Mungkinkah kiranya anak muda yang serba kecukupan, biasa hidup mewah dan manja, menjadi buah-bibir gadis-gadis Makkah dan menjadi bintang di tempat-tempat pertemuan, akan meningkat menjadi tamsil dalam semangat kepahlawanan?

Suatu hari, anak muda ini mendengar berita yang telah tersebar luas di kalangan warga Makkah mengenai Muhammad Al-Amin, yang mengatakan dirinya telah diutus Allah sebagai pembawa berita suka maupun duka, sebagai dai yang mengajak umat beribadah kepada Allah Yang Maha Esa.

Di antara berita yang didengarnya ialah bahwa Rasulullah bersama pengikutnya biasa mengadakan pertemuan di suatu tempat yang terhindar jauh dari gangguan gerombolan Quraisy dan ancaman-ancamannya, yaitu di bukit Shafa di rumah Arqam bin Abil Arqam.

Maka pada suatu senja, didorong oleh kerinduannya, pergilah ia ke rumah Arqam menyertai rombongan itu. Di tempat itu Rasulullah SAW sering berkumpul dengan para sahabatnya, mengajarkan mereka ayat-ayat Alquran dan mengajak mereka beribadah kepada Allah Yang Maha Akbar.

Baru saja Mush'ab mengambil tempat duduknya, ayat-ayat Alqur'an mulai mengalir dari kalbu Rasulullah bergema melalui kedua bibirnya dan sampai ke telinga, meresap di hati para pendengar. Di senja itu Mush'ab pun terpesona oleh untaian kalimat Rasulullah yang tepat menemui sasaran di kalbunya.

Khunas binti Malik yakni ibunda Mush'ab, adalah seorang yang berkepribadian kuat dan pendiriannya tak dapat ditawar atau diganggu gugat, Ia wanita yang disegani bahkan ditakuti. Ketika Mush'ab memeluk Islam, tiada satu kekuatan pun yang ditakuti dan dikhawatirkannya selain ibunya sendiri.

Bahkan walau seluruh penduduk Makkah beserta berhala-berhala para pembesar dan padang pasirnya berubah rupa menjadi suatu kekuatan yang menakutkan yang hendak menyerang dan menghancurkannya, tentulah Mush'ab akan menganggapnya enteng. Tapi tantangan dari ibunya, bagi Mush'ab tidak dapat dianggap kecil. Ia pun segera berpikir keras dan mengambil keputusan untuk menyembunyikan keislamannya sampai terjadi sesuatu yang dikehendaki Allah.

Demikianlah ia senantiasa bolak-balik ke rumah Arqam menghadiri majelis Rasulullah, sedang hatinya merasa bahagia dengan keimanan dan sedia menebusnya dengan amarah murka ibunya yang belum mengetahui berita keislamannya. Tetapi di kota Makkah tiada rahasia yang tersembunyi, apalagi dalam suasana seperti itu. Mata kaum Quraisy berkeliaran di mana-mana mengikuti setiap langkah dan menyelusuri setiap jejak. Kebetulan seorang yang bernama Utsman bin Thalhah melihat Mush'ab memasuki rumah Arqam secara sembunyi. Kemudian pada hari yang lain dilihatnya pula ia shalat seperti Muhammad SAW. Secepat kilat ia mendapatkan ibu Mush'ab dan melaporkan berita yang dijamin kebenarannya.

Berdirilah Mush'ab di hadapan ibu dan keluarganya serta para pembesar Makkah yang berkumpul di rumahnya. Dengan hati yang yakin dan pasti dibacakannya ayat-ayat Alquran yang disampaikan Rasulullah untuk mencuci hati nurani mereka, mengisinya dengan hikmah dan kemuliaan, kejujuran dan ketakwaan.

Ketika sang ibu hendak membungkam mulut putranya dengan tamparan keras, tiba-tiba tangan yang terulur bagai anak panah itu surut dan jatuh terkulai, ketika melihat cahaya yang membuat wajah putranya berseri cemerlang itu kian berwibawa. Karena rasa keibuannya, ibunda Mush'ab tak jadi menyakiti putranya. Dibawalah puteranya itu ke suatu tempat terpencil di rumahnya, lalu dikurung dan dipenjarakannya dengan rapat.

Demikianlah beberapa lama Mush'ab tinggal dalam kurungan sampai saat beberapa orang Muslimin hijrah ke Habasyah. Mendengar berita hijrah ini Mush'ab pun mencari muslihat, dan berhasil mengelabui ibu dan penjaga-penjaganya, lalu pergi ke Habasyah melindungkan diri. Ia tinggal di sana bersama saudara-saudaranya kaum Muslimin, lalu pulang ke Makkah. Kemudian ia pergi lagi hijrah kedua kalinya bersama para sahabat atas titah Rasulullah dan karena taat kepadanya.

Pada Suatu hari ia tampil di hadapan beberapa orang Muslimin yang sedang duduk sekeliling Rasulullah SAW. Demi memandang Mush'ab, mereka menundukkan kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya basah karena duka. Mereka melihat Mush'ab memakai jubah usang yang bertambal-tambal, padahal belum lagi hilang dari ingatan mereka—pakaiannya sebelum masuk Islam—tak ubahnya bagaikan kembang di taman, berwarna-warni dan menghamburkan bau yang wangi.

Adapun Rasulullah, menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai cinta kasih dan syukur dalam hati. Pada kedua bibirnya tersungging senyuman mulia, seraya berkata, "Dahulu aku lihat Mush'ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya."

Suatu saat Mush'ab dipilih Rasulullah untuk melakukan suatu tugas maha penting saat itu. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan agama Islam kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan berbaiat kepada Rasulullah di bukit Aqabah. Di samping itu, ia juga mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijrah Rasulullah sebagai peristiwa besar.

Sebenarnya, di kalangan sahabat ketika itu masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah daripada Mush'ab. Tetapi Rasulullah menjatuhkan pilihannya kepada Mush'ab. Dan bukan tidak menyadari sepenuhnya bahwa beliau telah memikulkan tugas amat penting ke atas pundak pemuda itu dan menyerahkan kepadanya tanggung jawab nasib Agama Islam di kota Madinah.

Mush'ab memikul amant itu dengan bekal karunia Allah kepadanya, berupa pikiran yang cerdas dan budi yang luhur. Dengan sifat zuhud, kejujuran dan kesungguhan hati, ia berhasil melunakkan dan menawan hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam. Ketika tiba di Madinah pertama kali, ia mendapati kaum Muslimin tidak lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah baiat di bukit Aqabah. Namun beberapa bulan kemudian, meningkatlah jumlah orang-orang yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya.

Mush'ab memahami tugas dengan sepenuhnya, hingga tak terlanjur melampaui batas yang telah diterapkan. Ia sadar bahwa tugasnya adalah menyeru kepada Allah, menyampaikan berita gembira lahirnya suatu agama yang mengajak manusia mencapai hidayah Allah, membimbing mereka ke jalan yang lurus. Akhlaknya mengikuti pola hidup Rasulullah SAW yang diimaninya yang mengemban kewajiban hanya menyampaikan belaka. Demikianlah duta Rasulullah yang pertama itu telah mencapai hasil gemilang yang tiada taranya, suatu keberhasilan yang memang wajar dan layak diperolehnya.

Dalam Perang Uhud, Mush'ab bin Umair adalah salah seorang pahlawan dan pembawa bendera perang. Ketika situasi mulai gawat karena kaum Muslimin melupakan perintah Nabi, maka ia mengacungkan bendera setinggi-tingginya dan bertakbir sekeras-kerasnya, lalu maju menyerang musuh. Targetnya, untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah SAW. Dengan demikian ia membentuk barisan tentara dengan dirinya sendiri.

Tiba-tiba datang musuh bernama Ibnu Qumaiah dengan menunggang kuda, lalu menebas tangan Mush'ab hingga putus, sementara Mush'ab meneriakkan, "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul."

Maka Mush'ab memegang bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. Mush'ab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya ke dada sambil berucap, "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul."

Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mush'ab pun gugur, dan bendera jatuh. Ia gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada.

Rasulullah bersama para sahabat datang meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya jasad Mush'ab, bercucuranlah dengan deras air matanya.

Tak sehelai pun kain untuk menutupi jasadnya selain sehelai burdah. Andai ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan di kakinya, terbukalah kepalanya. Maka Rasulullah SAW bersabda, "Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan kakinya tutuplah dengan rumput idzkhir!"

Kemudian sambil memandangi burdah yang digunakan untuk kain penutup itu, Rasulullah berkata, "Ketika di Makkah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadanya. Tetapi sekarang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah."

Setelah melayangkan pandang, ke arah medan laga serta para syuhada, kawan-kawan Mush'ab yang tergeletak di atasnya, Rasulullah berseru, "Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari kiamat, bahwa kalian semua adalah syuhada di sisi Allah!"

Kemudian sambil berpaling ke arah sahabat yang masih hidup, Rasulullah bersabda, "Hai manusia, berziarahlah dan berkunjunglah kepada mereka, serta ucapkanlah salam! Demi Allah yang menguasai nyawaku, tak seorang Muslim pun sampai hari kiamat yang memberi salam kepada mereka, pasti mereka akan membalasnya."

60 Sahabat Nabi Muhammad SAW


60 Sahabat Nabi Muhammad SAW
  1. Mush’ab bin Umair: Duta Islam Pertama & Bapak Tauhid
  2. Salman Al Farisi: Pencari Kebenaran
  3. Abu Dzar Al Ghifari : Tokoh Gerakan Hidup Sederhana
  4. Bilal bin Rabah: Muadzin Rasullulah & Lambang Persamaan Derajat Manusia
  5. Abdullah bin Umar: Tekun Beribadah dan Mendekatkan Diri Kepada Allah
  6. Sa’ad bin Abi Waqqash : Singa yang Menyembunyikan Kukunya
  7. Shuhaib bin Sinan : Abu Yahya Pedagang yang Selalu Mendapat Laba
  8. Mu’adz bin Jabal : Cendekiawan Muslim yang Paling Tahu Mana yang Halal dan Mana yang Haram
  9. Miqdad bin ‘Amr : Pelopor Barisan Berkuda dan Ahli Filsafat
  10. Said bin ‘Amir : Pemilik Kebesaran di Balik Kesederhanaan
  11. Hamzah bin Abdul Mutthalib : Singa Allah dan Panglima Syuhada
  12. Abdullah bin Mas’ud : Yang Pertama Kali Mengumandangkan Al Quran dengan Suara Merdu
  13. Hudzaifah Ibnul Yaman : Seteru Kemunafikan, Kawan Keterbukaan
  14. Ammar bin Yasir : Seorang Tokoh Penghuni Surga
  15. Ubadah bin Shamit : Tokoh yang Gigih Menentang Penyelewengan
  16. Khabbab bin Arats: Guru Besar Dalam Berqurban
  17. Abu ‘Ubaidah Ibnul Jarrah : Orang Kepercayaan Ummat
  18. Utsman bin Mazh’un : Yang Pernah Mengabaikan Kesenangan Hidup Duniawi
  19. Zaid bin Haritsah : Tak Ada Orang yang Lebih Dicintainya Daripada Rasulullah
  20. Ja’far bin Abi Thalib: Jasmani  Maupun Perangainya Mirip Rasulullah
  21. Abdullah bin Rawahah :Yang Bersemboyan ‘Wahai Diri Jika Kau Tidak Gugur di Medan Juang Kau Tetap Akan Mati Walau di Atas Ranjang’
  22. Khalid Ibnul Walid: Pedang Allah yang Selalu Terhunus
  23. Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah: Ahli Tipu Muslihat Dari Arab
  24. Umair bin Wahab: Jagoan Quraisy yang Terbaik
  25. Abu Darda’: Ahli Hikmat dan Budiman
  26. Zaid bin Al Khaththab: Rajawali Pertempuran Yamamah
  27. Thalhah bin Ubaidillah: Pahlawan Perang Uhud
  28. Zubair bin Awwam: Pembela Rasullulah
  29. Khubaib bin ‘Adi: Pahlawan Syahid di Kayu Salib
  30. Umair bin Sa’ad: Tokoh yang Tiada Duanya
  31. Zaid bin Tsabit: Penghimpun Kitab Suci Al Qur’an
  32. Khalid bin Sa’id bin ‘Ash: Pasukan Berani Mati Angkatan Pertama
  33. Abu Ayyub Al Anshari: Pejuang di Waktu Senang atau Susah
  34. Abbas bin Abdul Muthalib: Pengurus Air Minum Mekkah dan Medinah
  35. Abu Hurairah: Otaknya Bagai Gudang di Zaman Turunnya Wahyu
  36. Al Barra bin Malik: “Allah dan Surga “
  37. Utbah bin Ghazwan: Lusa Tidak Ada Pejabat Mirip Saya
  38. Tsabit bin Qais: Juru Bicara Rasulullah
  39. Usaid bin Hudhair: Pahlawan Hari Saqifah
  40. Abdurrahman bin Auf: Harta Selalu Datang
  41. Abu Jabir Abdullah bin Amr bin Haram: Seseorang yang di Naungi Malaikat
  42. Amr bin Al Jamuh: Dengan Pincangku, Ku Rebut Surga
  43. Habib bin Zaid: Lambang Cintah Kasih dan Pengorbanan
  44. Ubai bin Ka’ab: “Selamat, Ilmu yang Engkau Capai!”
  45. Sa’ad bin Mu’adz: “Kebahagiaan Bagimu Wahai, Abu Umar!”
  46. Sa’ad bin Ubadah: Pembawa Bendera Anshar
  47. Usamah bin Zaid: Kesayangan, Putra Dari Kesayangan
  48. Abdurrahman bin Abi Bakar: Pahlawan Sampai Akhir Hayat
  49. Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash: Tekun Beribadat dan Bertaubat
  50. Abu Sufyan bin Harits: Habis Gelap Terbitlah Terang
  51. Imran bin Hushain: Menyerupai Malaikat
  52. Salamah bin Al ‘Akwa: Pahlawan Pasukan Infanteri
  53. Abdullah bin Zubair: Tokoh Pengejar Mati Shahid
  54. Abdullah bin Abbas: Kyai Umat Kini
  55. Abbad bin Bisyir: Disertai Cahaya Allah
  56. Suheil bin ‘Amar: Kumpulan Orang Terbebas, Kumpulan Pahlawan
  57. Abu Musa Al Asy’ari: Ikhlas, Setelah Itu yang Terjadi Terjadilah
  58. Thufail bin ‘Amr Ad Dausi: Suatu Fitrah yang Cerdas
  59. ‘Amr bin ‘Ash: Pembebas Mesir dari Pasukan Romawi
  60. Salim Maula Abu Hudzaifah: Sebaik-baik Pemikul Al Qur’an