Dalam Al-Qur’an status anak dibagi menjadi 4 :
1. Anak sebagai Fitnah ( Ujian )
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar” ( Qs.Al
Anfal :28 ). Anak itu termasuk bagian dari harta, aset (besar) kita yang
nanti juga ditanya oleh Allah swt. Kita apakan dan kita perlakukan
bagaimana anak – anak kita itu. Suatu saat Umar bin khottob didatangi
seorang bapak, bapak ini mengaduh, mengeluh kepada Umar sambil berkata :
“Wahai Umar anak saya ini tidak berbakti kepada saya”. Ketika sang anak
dipanggil dan ditanya oleh Umar : “Wahai bocah apakah benar kamu
melakukan seperti ini seperti itu, sebelum anak ini menjawab malah
bertanya kepada Umar : “Wahai Umar apakah anak punya hak dari orang
tuanya ?”. Jawab umar: “Iya betul”, Anak : “kalau begitu apa haknya,
tolong ceritakan apa hak saya terhadap bapak saya?” Umar “Orang tua itu
wajib memberikanmu: [1] Nama yang baik. [2] Memilihkan ibu yang baik.
[3] Mengajarkan Al qur’an. Jawab sang Anak “Wahai Umar tidak satupun
itu dilakukan bapakku, Aku diberi nama Ju’lah (nama yang buruk), Ayahku
memilihkanku ibu yang tidak baik, ibuku agamanya adalah majusi dan
bapakku tak pernah mengajarkanku huruf satupun dari al qur’an”. Kemudian
Umar pun memarahi bapaknya, berkata umar : “Kamu ini mendurhakai anakmu
terlebih dahulu sebelum anakmu mendurhakaimu”. Nah, kalau misalnya anak
kita nakal jangan terburu – buru menyalahkan sang anak , siapa yang
kita salahkan? Kita sebagai orang tua perlu mengadu kepada Allah swt,
perlu bertaubat kepada Allah jangan – jangan anak kita itu nakal karena
kita itu nakal terlebih dahulu. Anak kita tidak mau sholat karena kita
tidak sholat, anak kita tidak mau ngaji karena kita tidak ngaji hingga
akhirnya anak kita menjadi fitnah.
2. Anak itu sebagai Musuh
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu
dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu
terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta
mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang (Qs. At Taghobun : 14 ). Siapapun kita kalau berhadapan dengan
musuh pasti dalam kondisi selalu waspada, siaga, siap sedia dan tak
cuek. Kalau qur’an menempatkan anak kita sebagai musuh berarti dalam
kehidupan berumah tangga dalam menghadapi anak itu kita perlu waspada,
hati-hati tidak cuek, tidak semata-mata menyerahkan kepada sekolah
lantas kemudian lepas tanggung jawab. Mendidik anak tetaplah menjadi
kewajiban orang tua, kita tetap harus waspada, harus hati-hati agar
musuh itu tidak menusuk dari belakang, jangan sampai anak kita itu
menuntut kita. Kita bekerja mencari harta untuk kita berikan kepadanya,
itu bisa menjadi musuh. Kecuali kata Allah adalah orang-orang yang
bertakwa, dimana kata takwa itu berasal dari kata taqoo, yaqii, wiqoyah
berarti hati-hati, jangan sampai kemudian orang yang kita kasihi itu
justru menjadi beban bagi kita saat nanti kita di akhirat.
3. Anak itu Sebagai Ziinah ( Perhiasan )
Perhiasan sangat disuka kaum ibu, biasa dipakai bahkan yang
dipamer-pamerkan karena senang perhiasan. Anak kita pada hakikatnya juga
adalah perhiasan, makanya orang tua itu bangga dan senang terhadap
anaknya. Kita harus jaga perhiasan yang amat sangat mahalnya ini untuk
kepentingan sebesar-besar investasi kita untuk kemanfaatan dunia dan
akhirat. Kita jadikan dia sebagai anak yang sholeh yang senantiasa
mendoakan orang tua, serta memberinya ilmu jariyah yang bisa memberi
kita pahala tiada putus.
4. Anak itu sebagai Qurrota a’yun
Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada
kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami),
dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.( Qs. Al Furqon
ayat 74 ). Qurrota a’yun berasal dari kata taqur, Qur artinya dingin,
sejuk / menyejukkan. Jika kita diluar panas-panas pulang bertemu anak,
hati kita menjadi sejuk. Jadikanlah anak – anak kita ini pemimpin
–pemimpin yang baik, pemimpin-pemimpin orang yang bertakwa. Saudaraku
yang dirahmati Allah swt. Dari yang ke-empat ini kita pilih yang mana ?
Tentu kita pilih yang ke-3 dan ke-4. Semoga anak kita tidak menjadi
ujian yang memberatkan kita, bukan menjadi musuh bagi kita, bisa
menjadi perhiasan yang kita banggakan sekaligus menjadi qurrota a’yun
bagi kehidupan kita. Saudaraku yang dirahmati Allah swt. Sekarang kita
melihat bagaimana caranya, kita tinggal melihat apa yang dipraktekkan
oleh rasulullah saw. Mari kita lihat hadist-hadist rasul saw yang
bercerita tentang perilaku nabi terhadap anak-anak dan juga
ajaran-ajaran nabi yang disampaikan kepada orang tua. Nabi itu punya
perhatian tidak semata-mata kepada anaknya saja tapi juga anak-anak
orang lain. Hal ini mengajarkan kita bahwa pendidikan anak merupakan
tanggung jawab sosial setelah menjadi tanggung jawab keluarga. Kami
yakin bapak ibu tidak suka/rela kalau anak-anak kita dirumah yang sudah
kita jaga betul, kita ajari yang baik ternyata keluar di masyarakat
dirusak oleh lingkungannya. Kita ingin anak di rumah jadi baik saat
keluar rumah juga dapat lingkungan yang baik, hal seperti ini tidak bisa
kita menuntut orang lain. Kita tuntut diri kita untuk melakukan
perbaikan pada keluarga kita dan kita juga harus tergerak untuk
memperbaiki orang lain dan juga anak-anak orang lain. Apalagi sekarang
ini, guru anak kita itu banyak sekali ada yang namanya doraemon, shin
chan dll. Kalau kemudian kita tidak berhati-hati, maka anak kita banyak
diwarnai orang lain dari pada diri kita (keluarganya). Di antara yang
diajarkan oleh rasulullah saw adalah sbb :
1. Kita Perintahkan Anak kita Sholat
Rasulullah SAW bersabda :
“Perintahkanlah anak-anakmu shalat pada usia 7 tahun. Pukullah
mereka pada usia 10 tahun, dan pisahkan juga mereka dari tempat tidur
mereka” (Sunan Abi Dawud kitab as-shalat bab mata yu`marul-ghulam bis-shalat no.
495. Hadits hasan shahih [al-Albani]). Tidak ada salahnya kita ajak
puta/putri kita ke masjid, ada sebuah hadist tapi ada yang menyatakan
hadist ini lemah yang artinya : “Jauhkan anak-anak kalian dan
orang-orang gila dari masjid –masjid kalian’. Memang ada persoalan
terkadang anak kita itu suka ramai dan ribut, tapi sebetulnya kita
inikan punya banyak cara untuk mendiamkan/menenangkan anak kita misalnya
: siapa yang datang ke masjid nanti dapat permen, bagi yang sholatnya
nggak ribut dapat hadiah. Hal ini bisa kita lakukan, nabi Muhammad saw
saja ketika ruku’ dan sujud cucunya itu sampai minta gendong. Saudaraku
yang di rahmati Allah swt, Itu kita lakukan sebagai contoh agar anak
–anak kita juga menunaikan sholat sebagaimana kita menunaikan sholat.
Kebanyakan masyarakat kita itu kalau puasa ya puasa, ibadah haji
dibela-belain meskipun biayanya sangat besar, tapi kalau sholat itu
jarang yang melakukan. Sementara sholat itu tiang agama kalau tidak
bagus sholatnya tiangnya itu bisa ambruk, berarti agama tidak ada dalam
dirinya bagaimana dengan puasa dan hajinya apakah akan diterima oleh
Allah swt. Kemudian dalam hadist ini juga dikatakan tempat tidurnya anak
laki-laki dan perempuan itu dipisah kalau usia7 tahun, usia baligh
dipisah, jadi sebetulnya islam itu memperintahkan kita untuk memiliki
rumah yang besar, sebagaimana terdapat pada hadist nabi : “Empat perkara
yang membawa kebahagiaan ialah Wanita yang sholihah, Rumah yang luas,
Tetangga yang baik dan Kendaraan yang nyaman.” (HR Ibnu Hibban).
Kaitannya dengan ini biar anak-anak terpisah, ini salah satu bentuk
pendidikan seksual kepada anak – anak, perlu terpisah antara laki-laki
dan perempuan apalagi saat ini dimana pergaulan laki-laki dan perempuan
sudah banyak melampaui batas – batas agama.
2. Nabi Menghormati dan Menghargai Anak
Anak-anak dipanggil dengan panggilan yang baik, meskipun anak-anak
kita itu ditakdirkan oleh Allah swt mempunyai kekurangan. Tidak boleh
kita memanggil dengan kekurangannya itu. Dikisahkan oleh Saad bin Malik.
Saad bin Malik ini masih muda waktu bersama ayahnya dan ayahnya
meninggal kemudian setelah itu Saad dipanggil oleh rasul saw dido’akan
dan dihargai, diperlakukan seperti orang dewasa. Saad bin Malik pun
merasa dihargai dan merasa di hormati. Nah ini menambah semangat
tersendiri ketika anak-anak itu diperlakukan dengan baik. Kalau
kebiasaan orang arab kadang kalau mereka marah kepada anaknya, anaknya
itu dipanggil dengan panggilan yang kurang baik dengan panggilan
misalnya yak kalb (anjing), ya himar (keledai) ! Saudaraku yang di
rahmati Allah swt kita mari beri penghargaan kepada anak kita, kita
panggil anak kita itu misalnya : Mas, Mbak meskipun dia masih kecil,
memberi penghargaan pada mereka itu maka mereka merasa sudah dewasa. Dan
juga bila dipanggil mas /mbak berarti mereka sudah diberi tanggung
jawab.
3. Membiasakan Anak dengan Mengambil Haknya
Orang arab itu meskipun kasar mereka juga luar biasa dalam mengajari
anaknya. Anak diajak sholat ke masjid , ketika selesai sholat anak itu
dipanggil sana pergi salim sama imam, meskipun berada di shaf yang
paling belakang anak itu maju ke depan, untuk menyuruh anak maju kedepan
itu tak mudah (Anak diajari keberanian). Suatu saat nabi berkumpul
dengan orang – orang dewasa kemudian ada anak-anak, saat ketika rasul
saw minum beliau memberikan minumnya itu semestinya kepada sebelah
kanannya, tapi karena di sebelah kiri nabi banyak orang, nabi meminta
izin kepada anak – anak, nabi bilang: Hai nak gimana kalau minum ini
saya kasihkan ke sebelah kiri saya? Jawab Anak : nggak itu hak saya,
saya tidak mau memberikan ke orang lain. Kenapa ? Karena ini berkah,
sayang kalau nabi memberikannya kepada orang lain. Pernah juga ada
sahabat, nabi berkata: Siapa yang pernah saya sakiti, silahkan
mengqishos untuk menuntut balas. Ada seorang sahabat maju dan berkata:
Ya rasul Allah, saya pernah kena pecutmu sekarang saya mau membalas.
Melihat hal seperti itu banyak sahabat yang mau marah, tetapi kata nabi
biarkan, berkata sahabat tadi : Ya rosul ketika pecutmu mengenaiku, aku
dalam keadaan tidak memakai baju, tolong juga buka bajumu ! kemudian
nabipun membuka bajunya, kemudian sahabat tersebut tidak memecut tetapi
langsung merangkul rasul saw. Karena ingin dapat berkah sama seperti
dengan bocah tadi. Saudaraku yang di rahmati Allah swt, keberanian
mengambil hak saat itu adalah benar, ketika itu benar nabi mengajarkan
berani untuk mengambil haknya. Penting kita melihat variasi yang
diajarkan rasul, biar kita tidak memperlakukan anak itu dengan haya
marah-marah saja. Pernahkah kita bertanya terhadap anak kita ini lebih
banyak senyum / marahnya ? Tahu tidak anak kita kalau di SD / TK itu
diantara hadist yang diajarkan adalah La Taghdhob, janganlah engkau
marah. Karena gurunya tau kalau murid-muridnya sering di marahi. Anak
–anak kita itu tidak semata-mata dimarahi tapi juga perlu disayangi,
kita perlu senyum dan perhatian kepadanya. Disebutkan dalam sebuah
hadist Ummu nu’man bin basyir bercerita kalau bapaknya pernah memberi
kepada saudaranya suatu pemberian, ketika diberikan ummu nu’man ini
protes, berkata ummu nu’man : Pak kenapa yang engkau beri itu kok cuman
dia (saudara saya), saya kok tidak kamu beri? Kemudian datang kepada
nabi, jawab nabi : Kamu ambil kemudian kamu berikan ! Maksudnya, kita
sebagai orang tua kalau kita masih hidup kemudian anak kita satu dikasih
yang lainnya juga harus dikasih, dan dikasihnya itu sama kecuali kalau
kita kasih salah satu yang lainnya ikhlas itu boleh, kalau lainnya tidak
ikhlas dan menuntut maka semua tidak dikasih atau yang sudah dikasih
kita ambil kembali. Saudaraku yang di rahmati Allah swt, disini kita
perlu adil dalam memperlakukan anak-anak kita dan tak pilih kasih dalam
memberi dengan catatan kita masih hidup. Kalau sudah meninggal memang
ada warisan, ada beda pemberian. Tetapi ketika orang tua masih hidup
pemberian kepada anak harus sama, kalau satunya dibuatkan rumah yang
lainnya juga dibuatkan rumah, satu dikasih uang yang lainnya juga
dikasih uang, satu dibelikan sepeda yang lainnya juga, kalau tidak
mampu, beli satu dipakai bersama. Saudaraku yang dirahmati Allah swt,
Rosulullah mengajarkan pada kita melalui hadist ini agar kita berlaku
adil kepada putra dan putri kita, tetapi kalau anak-anak yang lain itu
ikhlas maka itu boleh, berarti orang tua itu perlu berusaha bagaimana
mendidik anak-anak kita menjadi anak yang qona’ah, anak-anak yang
beriman, kalau dikasih bersyukur (Alhamdulillah ), kalau tidak dikasih
yang bersangkutan faham kondisi orang tuanya (kalau dikasih salah satu
itu ngerti). Ini tidak mudah Saudaraku yang di rahmati Allah swt,
disinilah pentingnya mempersiapkan takwa didalam hati anak-anak kita,
Umar bin khattab pernah berkata : “Aku lebih suka meninggalkan
anak-anakku takwa didalam hatinya dari pada meninggalkan mereka harta
yang melimpah tetapi tidak ada takwa didalam hatinya. Kalau meninggalkan
mereka dalam keadaan takwa dan tidak ada harta, mereka masih bisa
mencari harta tapi kalau meninggalkan mereka harta dan tidak ada takwa
didalam hatinya, mereka itu bisa menghabiskan harta. Saudaraku yang di
rahmati Allah swt, inilah pentingnya melandasi rumah tangga itu dengan
takwa kepada Allah swt. Dikisahkan juga oleh Aisyah, Aisyah itu masih
muda saat dinikahi rasulullah, kadang-kadang Aisyah itu bermain-main
boneka ketika itulah rasulullah nimbrung ikut-ikutan. Kita sadar sebagai
orang tua kita capek di luar (kerja), saat pulang ke rumah anak-anak
kita kepingin naik kuda-kudaan sekali-kali temani mereka. Nah ini yang
dicontohkan Rosul saw. Dalam hadistnya rosul bersabda: “Barangsiapa
tidak menyayangi anak kecil kami dan tidak mengenal hak orang tua kami
maka bukan termasuk golongan kami.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab, lihat
Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 271).
Ada sebuah kisah : Ada seorang sahabat saat itu melihat nabi mencium
anak-anaknya, ketika nabi mencium anak-anaknya sahabat ini heran
kemudian bertanya: Ya rosul Allah kau mencium anak-anak? Jawab nabi :
Memangnya kenapa, apakah salah aku ini mencium anak-anak ? Sahabat : Ya
rasul anak saya 10 tak satu pun yang aku cium ya rasul. Coba bayangkan
tidak ada satu pun yang dicium, terus diapakan kalau begitu, kemudian
nabi menyampaikan hadist “ Siapa yang tidak ada rasa kasih-sayang, tidak
akan disayang” (HR.Bukhori-Muslim). Seperti itu kamu memperlakukan
anak-anakmu maka seperti itulah kamu diperlakukan anak-anakmu! Saudaraku
yang di rahmati Allah swt bila anak-anak kita diperlakukan tidak baik
maka nanti saat kita sudah tua kita diperlakukan juga sama oleh
anak-anak kita. Ada cerita: Ada seorang ibu ketika dia punya anak, tidak
satupun anak-anaknya dikasih / dipakaikan popok sama beliau, siapa
yang makaikan ? Pembantunya, terus bagaimana sikap anak pada ibunya?
tidak begitu hormat, agak cuek, seperti itulah orang tua memperlakukan
anaknya maka akan diperlakukan tidak baik oleh anaknya, benar kata nabi :
“ Siapa yang tidak ada rasa kasih-sayang, tidak akan disayang”.
Bagaimana kalau sudah mendidiknya, mengajarinya, menyuruhnya sholat
tapi tetap saja yang bersangkutan durhaka. Kalau seperti ini ada kisah
nabi nuh, ketika nabi nuh mengadu kepada Allah bahwa anaknya durhaka
tidak mau ikut beliau, apa jawaban Allah : ( Qs Hud Ayat 46 ) Dia bukan
lagi keluargamu karena dia tidak mau beramal sholeh artinya : Kita
sebagai orang tua kewajiban kita adalah mendidik, mengarahkan,
mengasihi, memerintahkan sholat, mengajari ngaji dsb, kalau itu semuanya
sudah kita lakukan kaidah ayat ini: Dia bukan lagi keluargamu karena
dia tidak mau beramal sholeh. Bila ini terjadi, kita serahkan kepada
Allah, ketika kita ditanya oleh Allah, kita bisa menjawab saya sudah
memperlakukan, mendidik dsb tetapi ternyata yang bersangkutan jauh dari
ajaranmu ya Allah ….. Intinya kita harus mencurahkan kasih sayang itu
kepada putra-putri kita.
4. Jangan Bohongin Anak
Ada cerita : Suatu saat rasulullah datang ke rumah Abdullah bin Amir.
Abdullah bin Amir masih bocah, nabi berada dirumahnnya selanjutnya
Abdullah bin Amir dipanggil oleh ibunya: Nak sini saya beri! kemudian
nabi bertanya kepada ibunya: Apakah kamu ngasih dia? Ibu: Ia rosul saya
mau ngasih dia kurma, Nabi: Kalau kamu tidak memberinya kamu
membohonginya.
Kalau dalam pendidikan itu ketika anak kita masih kecil, ketika
merangkak /sudah bisa berjalan kita panggil sini nak ! Kita kasih
mainan, anak kita datang merangkak, ketika sudah dekat diambil lagi. Ini
mengajari bohong kata rasulullah saw, bahkan ulama’-ulama’ dahulu : ada
orang punya kuda dia ambil rumput dikasihkan kepada kudanya, ketika
lidahnya sudah menjulur terus ditarik rumputnya, itu langsung dianggap
pendusta dan hadistnya tidak diterima saat itu.
Kenapa ketika anak diperintah tidak mau, diantara kata psikolog
karena anak terbiasa dibohongi, ketika anak terbiasa katanya mau dikasih
lalu tidak dikasih anak itu merasa dibohongi, makanya kalau diperintah
ia tidak mau dan bohong meskipun kelihatan sepele, meskipun maksud kita
main-main agar anak itu mendekat kita. Ini tidak diperkenankan.
5. Ajari Anak
Suatu saat nabi bersama anak-anak makan, namanya anak–anak ada yang
tangannya itu comot sana comot sini dsb kemudian nabi mengingatkan dalam
sebuah hadistnya:
Nanda, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kanan, makanlah yang dekat dengan mu!
Ini adab, makanya sunnah dengan membaca basmalah yang dikeraskan,
kalau selesai makan alhamdulillahnya pelan, mulai sekarang tinggalkan
kebiasaan makan dan minum dengan tangan kiri itu tidak sunnah. Makan
kue, makan nasi pakai tangan kanan, ketika mengajarkan baca basmalah
itu berarti nak ini rizki dari Allah, makanan ini karunia Allah,
makanlah dengan tangan kanan diriwayat lain makanlah dengan duduk.
Ternyata ada sebuah penelitian didalam tubuh ini ada satu organ yang
mana kalau kita makan sambil duduk itu ada yang tertutup dan saat kita
makan, racun-racun itu tidak bisa masuk, kalau sambil berdiri ada
bagian yang terbuka dan kalau kita makan racun-racun itu akan masuk.
Makanya kalau kita mengikuti sunnah rasul itu kita akan sehat. Makanya
kenapa kita ini sedikit – sedikit sakit ? Bisa jadi kalau makan kita
tidak baca basmalah. Kita ajari anak kita dengan praktek yang kita
lakukan, biasakan anak kita menyaksikan kita sebelum makan baca
basmalah, makan dengan tangan kanan, makan yang ada didekat kita kalau
jauh kita minta tolong sama yang lain untuk didekatkan. Ini adab sopan
santun mendidik anak kita. Selesai makan baca hamdalah dengan pelan hal
ini untuk menghargai yang belum selesai makan.
6. Jangan Membuat Bosan
Kebiasaan para sahabat rasul saw kalau belajar itu tidak terlalu
sering, agar tak bosan. Maksudnya anak itu terlalu sering mendengar
omongan orang tua maka anak itu menjadi bosan, kita perlu melihat kapan
waktu yang tepat untuk ngomongin anak , kalau ngomongin anak satu kali
selesai ya selesai, tidak perlu diperpanjang lagi agar anak tidak merasa
bosan.
Dalam sebuah kisah : Sahabat Al Ahdaf disampaikan oleh mu’awiyah saat
beliau menjadi khalifah terus memarahi anaknya. Apa saran Al Ahdaf :
Wahai amirul mukminin anak kita itu buah hati kita, anak-anak itu
penegak punggung kita (bisa bangga dengan mereka), kita ini ibarat
langit yang menaungi mereka, jika mereka marah bujuklah ia buatlah
mereka ridho, jika mereka meminta berilah, jangan jadi kunci bagi mereka
sebab mereka merusak bagi hidupmu dan berharap kematianmu.
Na’udzubillah. Jangan sampai anak kita berdo’a : Kapan sih Pak Bu Anda
ini meninggal ?
Semoga anak-anak kita dijadikan anak-anak yang sholeh/sholihah yang
siap mendo’akan saat kita menghadap Allah swt, tidak ada artinya / tidak
banyak berarti bila ternyata anak kita hanya bisa mengundang orang lain
mengaji untuk kita sementara yang bersangkutan tak bisa ngaji dan
mendo’akan kita, tidak ada artinya misalnya anak kita menyuruh orang
lain ibadah atas nama kita sementara anak-anak kita tidak berbakti pada
kita.
Wallaahu ‘alam bish Showwab.