14/06/12

Cara Mendidik Anak Pola Rasulullah SAW


Dalam Al-Qur’an status anak dibagi menjadi 4 :  

1. Anak sebagai Fitnah ( Ujian )
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar” ( Qs.Al Anfal :28 ). Anak itu termasuk bagian dari harta, aset (besar) kita yang nanti juga ditanya oleh Allah swt. Kita apakan dan kita perlakukan bagaimana anak – anak kita itu. Suatu saat Umar bin khottob didatangi seorang bapak, bapak ini mengaduh, mengeluh kepada Umar sambil berkata : “Wahai Umar anak saya ini tidak berbakti kepada saya”. Ketika sang anak dipanggil dan ditanya oleh Umar : “Wahai bocah apakah benar kamu melakukan seperti ini seperti itu, sebelum anak ini menjawab malah bertanya kepada Umar :  “Wahai Umar apakah anak punya hak dari orang tuanya ?”. Jawab umar: “Iya betul”,  Anak : “kalau begitu apa haknya, tolong ceritakan apa hak saya terhadap bapak saya?”  Umar “Orang tua itu wajib memberikanmu: [1] Nama yang baik. [2] Memilihkan ibu yang baik. [3] Mengajarkan Al qur’an.  Jawab sang Anak  “Wahai Umar tidak satupun itu dilakukan bapakku, Aku diberi nama Ju’lah (nama yang buruk), Ayahku memilihkanku ibu yang tidak baik, ibuku agamanya adalah majusi dan bapakku tak pernah mengajarkanku huruf satupun dari al qur’an”. Kemudian Umar pun memarahi bapaknya, berkata umar : “Kamu ini mendurhakai anakmu terlebih dahulu sebelum anakmu mendurhakaimu”. Nah, kalau misalnya anak kita nakal jangan terburu – buru menyalahkan sang anak , siapa yang kita salahkan? Kita sebagai orang tua perlu mengadu kepada Allah swt, perlu bertaubat kepada Allah jangan – jangan anak kita itu nakal karena kita itu nakal terlebih dahulu. Anak kita tidak mau sholat karena kita tidak sholat, anak kita tidak mau ngaji karena kita tidak ngaji hingga akhirnya anak kita menjadi fitnah.

2. Anak itu sebagai Musuh
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Qs. At Taghobun : 14 ). Siapapun kita kalau berhadapan dengan musuh pasti dalam kondisi selalu waspada, siaga, siap sedia dan tak cuek. Kalau qur’an menempatkan anak kita sebagai musuh berarti dalam kehidupan berumah tangga dalam menghadapi anak itu kita perlu waspada, hati-hati tidak cuek, tidak semata-mata menyerahkan kepada sekolah lantas kemudian lepas tanggung jawab. Mendidik anak tetaplah menjadi kewajiban orang tua, kita tetap harus waspada, harus hati-hati agar musuh itu tidak menusuk dari belakang, jangan sampai anak kita itu menuntut kita. Kita bekerja mencari harta untuk kita berikan kepadanya, itu bisa menjadi musuh. Kecuali kata Allah adalah orang-orang yang bertakwa, dimana kata takwa itu berasal dari kata taqoo, yaqii, wiqoyah berarti hati-hati, jangan sampai kemudian orang yang kita kasihi itu justru menjadi beban bagi kita saat nanti kita di akhirat.

3. Anak itu Sebagai Ziinah ( Perhiasan )
Perhiasan sangat disuka kaum ibu, biasa dipakai bahkan yang dipamer-pamerkan karena senang perhiasan. Anak kita pada hakikatnya juga adalah perhiasan, makanya orang tua itu bangga dan senang terhadap anaknya. Kita harus jaga perhiasan yang amat sangat mahalnya ini untuk kepentingan sebesar-besar investasi kita untuk kemanfaatan dunia dan akhirat. Kita jadikan dia sebagai anak yang sholeh yang senantiasa mendoakan orang tua, serta memberinya ilmu jariyah yang bisa memberi kita pahala tiada putus.

4. Anak itu sebagai Qurrota a’yun
Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.( Qs. Al Furqon ayat 74 ). Qurrota a’yun berasal dari kata taqur, Qur artinya dingin, sejuk / menyejukkan. Jika kita diluar panas-panas pulang bertemu anak, hati kita menjadi sejuk. Jadikanlah anak – anak kita ini pemimpin –pemimpin yang baik, pemimpin-pemimpin orang yang bertakwa. Saudaraku yang dirahmati Allah swt. Dari yang ke-empat ini kita pilih yang mana ? Tentu kita pilih yang ke-3 dan ke-4. Semoga anak kita tidak menjadi ujian yang memberatkan kita, bukan menjadi musuh  bagi kita, bisa menjadi perhiasan yang kita banggakan sekaligus menjadi qurrota a’yun bagi kehidupan kita. Saudaraku yang dirahmati Allah swt. Sekarang kita melihat bagaimana caranya, kita tinggal melihat apa yang dipraktekkan oleh rasulullah saw. Mari kita lihat hadist-hadist rasul saw yang bercerita tentang perilaku nabi terhadap anak-anak dan juga ajaran-ajaran nabi yang disampaikan kepada orang tua. Nabi itu punya perhatian tidak semata-mata kepada anaknya saja tapi juga anak-anak orang lain. Hal ini mengajarkan kita bahwa pendidikan anak merupakan tanggung jawab sosial setelah menjadi tanggung jawab keluarga. Kami yakin bapak ibu tidak suka/rela kalau anak-anak kita dirumah yang sudah kita jaga betul, kita ajari yang baik ternyata keluar di masyarakat dirusak oleh lingkungannya. Kita ingin anak di rumah jadi baik saat keluar rumah juga dapat lingkungan yang baik, hal seperti ini tidak bisa kita menuntut orang lain. Kita tuntut diri kita untuk melakukan perbaikan pada keluarga kita dan kita juga harus tergerak untuk memperbaiki orang lain dan juga anak-anak orang lain. Apalagi sekarang ini, guru anak kita itu banyak sekali ada yang namanya doraemon, shin chan dll. Kalau kemudian kita tidak berhati-hati, maka anak kita banyak diwarnai orang lain dari pada diri kita (keluarganya). Di antara yang diajarkan oleh rasulullah saw adalah sbb :

1. Kita Perintahkan Anak kita Sholat
Rasulullah SAW bersabda :
“Perintahkanlah anak-anakmu shalat pada usia 7 tahun. Pukullah mereka pada usia 10 tahun, dan pisahkan juga mereka dari tempat tidur mereka” (Sunan Abi Dawud kitab as-shalat bab mata yu`marul-ghulam bis-shalat no. 495. Hadits hasan shahih [al-Albani]). Tidak ada salahnya kita ajak puta/putri kita ke masjid, ada sebuah hadist tapi ada yang menyatakan hadist ini lemah yang artinya : “Jauhkan anak-anak kalian dan orang-orang gila dari masjid –masjid kalian’. Memang ada persoalan terkadang anak kita itu suka ramai dan ribut, tapi sebetulnya kita inikan punya banyak cara untuk mendiamkan/menenangkan anak kita misalnya : siapa yang datang ke masjid nanti dapat permen, bagi yang sholatnya nggak ribut dapat hadiah. Hal ini bisa kita lakukan, nabi Muhammad saw saja ketika ruku’ dan sujud cucunya itu sampai minta gendong. Saudaraku yang di rahmati Allah swt, Itu kita lakukan sebagai contoh agar anak –anak kita juga menunaikan sholat sebagaimana kita menunaikan sholat. Kebanyakan masyarakat kita itu kalau puasa ya puasa, ibadah haji dibela-belain meskipun biayanya sangat besar, tapi kalau sholat itu jarang yang melakukan. Sementara sholat itu tiang agama kalau tidak bagus sholatnya tiangnya itu bisa ambruk, berarti agama tidak ada dalam dirinya bagaimana dengan puasa dan hajinya apakah akan diterima oleh Allah swt. Kemudian dalam hadist ini juga dikatakan tempat tidurnya anak laki-laki dan perempuan itu dipisah kalau usia7 tahun, usia baligh dipisah, jadi sebetulnya islam itu memperintahkan kita untuk memiliki rumah yang besar, sebagaimana terdapat pada hadist nabi : “Empat perkara yang membawa kebahagiaan ialah Wanita yang sholihah, Rumah yang luas, Tetangga yang baik dan Kendaraan yang nyaman.” (HR Ibnu Hibban). Kaitannya dengan ini biar anak-anak terpisah, ini salah satu bentuk pendidikan seksual kepada anak – anak, perlu terpisah antara laki-laki dan perempuan apalagi saat ini dimana pergaulan laki-laki dan perempuan sudah banyak melampaui batas – batas agama.

2. Nabi Menghormati dan Menghargai Anak
Anak-anak dipanggil dengan panggilan yang baik, meskipun anak-anak kita itu ditakdirkan oleh Allah swt mempunyai kekurangan. Tidak boleh kita memanggil dengan kekurangannya itu. Dikisahkan oleh Saad bin Malik. Saad bin Malik ini masih muda waktu bersama ayahnya dan ayahnya meninggal kemudian setelah itu Saad dipanggil oleh rasul saw dido’akan dan dihargai, diperlakukan seperti orang dewasa. Saad bin Malik pun merasa dihargai dan merasa di hormati. Nah ini menambah semangat tersendiri ketika anak-anak itu diperlakukan dengan baik. Kalau kebiasaan orang arab kadang kalau mereka marah kepada anaknya, anaknya itu dipanggil dengan panggilan yang kurang baik dengan panggilan misalnya yak kalb (anjing), ya himar (keledai) ! Saudaraku yang di rahmati Allah swt kita mari beri penghargaan kepada anak kita, kita panggil anak kita itu misalnya :  Mas, Mbak meskipun dia masih kecil, memberi penghargaan pada mereka itu maka mereka merasa sudah dewasa. Dan juga bila dipanggil mas /mbak berarti mereka sudah diberi tanggung jawab.

3. Membiasakan Anak dengan Mengambil Haknya
Orang arab itu meskipun kasar mereka juga luar biasa dalam mengajari anaknya. Anak diajak sholat ke masjid , ketika selesai sholat anak itu dipanggil sana pergi salim sama imam, meskipun berada di shaf yang paling belakang anak itu maju ke depan, untuk menyuruh anak maju kedepan itu tak mudah (Anak diajari keberanian). Suatu saat nabi berkumpul dengan orang – orang dewasa kemudian ada anak-anak, saat ketika rasul saw minum beliau memberikan minumnya itu semestinya kepada sebelah kanannya, tapi karena di sebelah kiri nabi banyak orang, nabi meminta izin kepada anak – anak, nabi bilang: Hai nak gimana kalau minum ini saya kasihkan ke sebelah kiri saya? Jawab Anak : nggak itu hak saya, saya tidak mau memberikan ke orang lain. Kenapa ? Karena ini berkah, sayang kalau nabi memberikannya kepada orang lain. Pernah juga ada sahabat, nabi berkata: Siapa yang pernah saya sakiti, silahkan mengqishos untuk menuntut balas. Ada seorang sahabat maju dan berkata: Ya rasul Allah, saya pernah kena pecutmu  sekarang saya mau membalas. Melihat hal seperti itu banyak sahabat yang mau marah, tetapi kata nabi biarkan, berkata sahabat tadi : Ya rosul ketika pecutmu mengenaiku, aku dalam keadaan tidak memakai baju, tolong juga buka bajumu ! kemudian nabipun membuka bajunya, kemudian sahabat tersebut tidak memecut tetapi langsung merangkul rasul saw. Karena ingin dapat berkah sama seperti dengan bocah tadi.  Saudaraku yang di rahmati Allah swt, keberanian mengambil hak saat itu adalah benar, ketika itu benar nabi mengajarkan berani untuk mengambil haknya. Penting kita melihat variasi yang diajarkan rasul, biar kita tidak memperlakukan anak itu dengan haya marah-marah saja. Pernahkah kita bertanya terhadap anak kita ini lebih banyak senyum / marahnya ? Tahu tidak anak kita kalau di SD / TK itu diantara hadist yang diajarkan adalah La Taghdhob, janganlah engkau marah. Karena gurunya tau kalau murid-muridnya sering di marahi. Anak –anak kita itu tidak semata-mata dimarahi tapi juga perlu disayangi, kita perlu senyum dan perhatian kepadanya. Disebutkan dalam sebuah hadist Ummu nu’man bin basyir bercerita kalau bapaknya pernah memberi kepada saudaranya suatu pemberian, ketika diberikan ummu nu’man ini protes, berkata ummu  nu’man : Pak kenapa yang engkau beri itu kok cuman dia (saudara saya), saya kok tidak kamu beri? Kemudian datang kepada nabi, jawab nabi : Kamu ambil kemudian kamu berikan ! Maksudnya, kita sebagai orang tua kalau kita masih hidup kemudian anak kita satu dikasih yang lainnya juga harus dikasih, dan dikasihnya itu sama kecuali kalau kita kasih salah satu yang lainnya ikhlas itu boleh, kalau lainnya tidak ikhlas dan menuntut maka semua tidak dikasih atau yang sudah dikasih kita ambil kembali. Saudaraku yang di rahmati Allah swt, disini kita perlu adil dalam memperlakukan anak-anak kita dan tak pilih kasih dalam memberi dengan catatan kita masih hidup. Kalau sudah meninggal memang ada warisan, ada beda pemberian. Tetapi ketika orang tua masih hidup pemberian kepada anak harus sama, kalau satunya dibuatkan rumah yang lainnya juga dibuatkan rumah, satu dikasih uang yang lainnya juga dikasih uang, satu dibelikan sepeda yang lainnya juga, kalau tidak mampu, beli satu dipakai bersama. Saudaraku yang dirahmati Allah swt, Rosulullah mengajarkan pada kita melalui hadist ini agar kita berlaku adil kepada putra dan putri kita, tetapi kalau anak-anak yang lain itu ikhlas maka itu boleh, berarti orang tua itu perlu berusaha bagaimana mendidik anak-anak kita menjadi anak yang qona’ah, anak-anak yang beriman, kalau dikasih bersyukur (Alhamdulillah ), kalau tidak dikasih yang bersangkutan faham kondisi orang tuanya (kalau dikasih salah satu itu ngerti). Ini tidak mudah Saudaraku yang di rahmati Allah swt, disinilah pentingnya mempersiapkan takwa didalam hati anak-anak kita, Umar bin khattab pernah berkata : “Aku lebih suka meninggalkan anak-anakku takwa didalam hatinya dari pada meninggalkan mereka harta yang melimpah tetapi tidak ada takwa didalam hatinya. Kalau meninggalkan mereka dalam keadaan takwa dan tidak ada harta, mereka masih bisa mencari harta tapi kalau meninggalkan mereka harta dan tidak ada takwa didalam hatinya, mereka itu bisa menghabiskan harta. Saudaraku yang di rahmati Allah swt, inilah pentingnya melandasi rumah tangga itu dengan takwa kepada Allah swt. Dikisahkan juga oleh Aisyah, Aisyah itu masih muda saat dinikahi rasulullah, kadang-kadang Aisyah itu bermain-main boneka ketika itulah rasulullah nimbrung ikut-ikutan. Kita sadar sebagai orang tua kita capek di luar (kerja), saat pulang ke rumah anak-anak kita kepingin naik kuda-kudaan sekali-kali temani mereka. Nah ini yang dicontohkan Rosul saw. Dalam hadistnya rosul bersabda: “Barangsiapa tidak menyayangi anak kecil kami dan tidak mengenal hak orang tua kami maka bukan termasuk golongan kami.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab, lihat Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 271).
Ada sebuah kisah : Ada seorang sahabat saat itu melihat nabi mencium anak-anaknya, ketika nabi mencium anak-anaknya sahabat ini heran kemudian bertanya: Ya rosul Allah kau mencium anak-anak? Jawab nabi : Memangnya kenapa, apakah salah aku ini mencium anak-anak ? Sahabat : Ya rasul anak saya 10 tak satu pun yang aku cium ya rasul. Coba bayangkan tidak ada satu pun yang dicium, terus diapakan kalau begitu, kemudian nabi menyampaikan hadist “ Siapa yang tidak ada rasa kasih-sayang, tidak akan disayang” (HR.Bukhori-Muslim). Seperti itu kamu memperlakukan anak-anakmu maka seperti itulah kamu diperlakukan anak-anakmu! Saudaraku yang di rahmati Allah swt bila anak-anak kita diperlakukan tidak baik maka nanti saat kita sudah tua kita diperlakukan juga sama oleh anak-anak kita. Ada cerita: Ada seorang ibu ketika dia punya anak, tidak satupun anak-anaknya dikasih / dipakaikan  popok sama beliau, siapa yang makaikan ? Pembantunya, terus bagaimana sikap anak pada ibunya?  tidak begitu hormat, agak cuek, seperti itulah orang tua memperlakukan anaknya maka akan diperlakukan tidak baik oleh anaknya, benar kata nabi : “ Siapa yang tidak ada rasa kasih-sayang, tidak akan disayang”.
Bagaimana kalau sudah mendidiknya, mengajarinya, menyuruhnya sholat tapi tetap saja yang bersangkutan durhaka. Kalau seperti ini ada kisah nabi nuh, ketika nabi nuh mengadu kepada Allah bahwa anaknya durhaka tidak mau ikut beliau, apa jawaban Allah : ( Qs Hud Ayat 46 ) Dia bukan lagi keluargamu karena dia tidak mau beramal sholeh artinya : Kita sebagai orang tua kewajiban kita adalah mendidik, mengarahkan, mengasihi, memerintahkan sholat, mengajari ngaji dsb, kalau itu semuanya sudah kita lakukan kaidah ayat ini: Dia bukan lagi keluargamu karena dia tidak mau beramal sholeh. Bila ini terjadi, kita serahkan kepada Allah, ketika kita ditanya oleh Allah, kita bisa menjawab saya sudah memperlakukan, mendidik dsb tetapi ternyata yang bersangkutan jauh dari ajaranmu ya Allah ….. Intinya kita harus mencurahkan kasih sayang itu kepada putra-putri kita.

4. Jangan Bohongin Anak
Ada cerita : Suatu saat rasulullah datang ke rumah Abdullah bin Amir. Abdullah bin Amir masih bocah, nabi berada dirumahnnya selanjutnya Abdullah bin Amir dipanggil oleh ibunya: Nak sini saya beri! kemudian nabi bertanya kepada ibunya: Apakah kamu ngasih dia? Ibu: Ia rosul saya mau ngasih dia kurma, Nabi: Kalau kamu tidak memberinya kamu membohonginya.
Kalau dalam pendidikan itu ketika anak kita masih kecil, ketika merangkak /sudah bisa berjalan kita panggil sini nak ! Kita kasih mainan, anak kita datang merangkak, ketika sudah dekat diambil lagi. Ini mengajari bohong kata rasulullah saw, bahkan ulama’-ulama’ dahulu : ada orang punya kuda dia ambil rumput dikasihkan kepada kudanya, ketika lidahnya sudah menjulur terus ditarik rumputnya, itu langsung dianggap pendusta dan hadistnya tidak diterima saat itu.
Kenapa ketika anak diperintah tidak mau, diantara kata psikolog karena anak terbiasa dibohongi, ketika anak terbiasa katanya mau dikasih lalu tidak dikasih anak itu merasa dibohongi, makanya kalau diperintah ia tidak mau dan bohong meskipun kelihatan sepele, meskipun maksud kita main-main agar anak itu mendekat kita. Ini tidak diperkenankan.

5. Ajari Anak
Suatu saat nabi bersama anak-anak makan, namanya anak–anak ada yang tangannya itu comot sana comot sini dsb kemudian nabi mengingatkan dalam sebuah hadistnya:
Nanda, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kanan, makanlah yang dekat dengan mu!
Ini adab, makanya sunnah dengan membaca basmalah yang dikeraskan, kalau selesai makan alhamdulillahnya pelan, mulai sekarang tinggalkan kebiasaan makan dan  minum dengan tangan kiri itu tidak sunnah. Makan kue, makan nasi pakai tangan kanan, ketika mengajarkan baca basmalah  itu berarti nak ini rizki dari Allah, makanan ini karunia Allah, makanlah dengan tangan kanan diriwayat lain makanlah dengan duduk. Ternyata ada sebuah penelitian didalam tubuh ini ada satu organ yang mana kalau kita makan sambil duduk itu ada yang tertutup dan saat kita makan, racun-racun  itu tidak bisa masuk, kalau sambil berdiri ada bagian yang terbuka dan kalau kita makan racun-racun itu akan masuk. Makanya kalau kita mengikuti sunnah rasul itu kita akan sehat. Makanya kenapa kita ini sedikit – sedikit sakit ? Bisa jadi kalau makan kita tidak baca basmalah. Kita ajari anak kita dengan praktek yang kita lakukan, biasakan anak kita menyaksikan kita sebelum makan baca basmalah, makan dengan tangan kanan, makan yang ada didekat kita kalau jauh kita minta tolong sama yang lain untuk didekatkan. Ini adab sopan santun mendidik anak kita. Selesai makan baca hamdalah dengan pelan hal ini untuk menghargai yang belum selesai makan.

6. Jangan Membuat Bosan
Kebiasaan para sahabat rasul saw kalau belajar itu tidak terlalu sering, agar tak bosan. Maksudnya anak itu terlalu sering mendengar omongan orang tua maka anak itu menjadi bosan, kita perlu melihat kapan waktu yang tepat untuk ngomongin anak , kalau ngomongin anak satu kali selesai ya selesai, tidak perlu diperpanjang lagi agar anak tidak merasa bosan.
Dalam sebuah kisah : Sahabat Al Ahdaf disampaikan oleh mu’awiyah saat beliau menjadi khalifah terus memarahi anaknya. Apa saran Al Ahdaf : Wahai amirul mukminin anak kita itu buah hati kita, anak-anak itu penegak punggung kita (bisa bangga dengan mereka), kita ini ibarat langit yang menaungi mereka, jika mereka marah bujuklah ia buatlah mereka ridho, jika mereka meminta berilah, jangan jadi kunci bagi mereka sebab mereka merusak bagi hidupmu dan berharap kematianmu. Na’udzubillah. Jangan sampai anak kita berdo’a : Kapan sih Pak Bu Anda ini meninggal ?
Semoga anak-anak kita dijadikan anak-anak yang sholeh/sholihah yang siap mendo’akan saat kita menghadap Allah swt, tidak ada artinya / tidak banyak berarti bila ternyata anak kita hanya bisa mengundang orang lain mengaji untuk kita sementara yang bersangkutan  tak bisa ngaji dan mendo’akan kita, tidak ada artinya misalnya anak kita menyuruh orang lain ibadah atas nama kita sementara anak-anak kita tidak berbakti pada kita.
Wallaahu ‘alam bish Showwab.

02/06/12

TIDAK BENAR RASULULLAH SAW WAFAT KARENA DI RACUN OLEH WANITA YAHUDI



Teriring salam dan shalawatku buat Rasulullah SAW yang mana Allah menetapkan beliau Penghulunya Para Nabi. Di pedang beliau terpisah antara yang haq dan yang batil, yang meletakan kalimat Tauhid pada tempat yang sebenar-benarnya. Dialah Panglima Perang Allah.

Beberapa isi dari artikel ini saya ambil dari beberapa sumber sebagai bahan acuan untuk membandingkan apa-apa yang saya ketahui tentang permasalahan ini tentunya saya akan memasang link dari sumber tersebut. Dengan demikian tiga atau empat orang pendapat lebih baik dari satu orang.

Tujuan saya membahas artikel ini adalah, agar umat islam terjerumus dalam analoginya, bahwa Rasulullah SAW bukanlah seorang nabi dan rasul melainkan seorang pembohong. Sebab sesuai dengan kisah ini, bahwa beliau mati karena racun, itu artinya beliau Rasulullah SAW bukan seorang nabi. Agar kisah ini bisa di nikmati khidmat maka saya akan memuali dengan sejarah Perang Khaibar.

SEJARAH PERANG KHAIBAR

Dalam beberapa peperangan antara kaum muslimin dengan yahudi selalu saja yahudi menderita kekalahan. Kekalahan demi kekalahan tak juga menyurutkan upaya makar Yahudi terhadap kaum muslimin. Kedengkian mereka pun memicu peperangan baru, Perang Khaibar. Dendam kesumat dalam dada orang-orang Yahudi di Madinah, semakin memuncak. Terlebih melihat semakin berkembangnya Islam di jazirah ‘Arab. Dendam dan kedengkian ini membuat mereka gelap mata. Lupa bahwa mereka pernah mengikat perjanjian dengan Rasulullah SAW dan kaum muslimin.

SEBAB-SEBAB PEPERANGAN

Selesai sudah gangguan dan ancaman musyrikin Quraisy melalui kesepakatan-kesepakatan perjanjian Hudaibiyah yang lalu. Penyampaian risalah mulai berjalan lancar dan kehidupan kaum muslimin mulai tenang. Tapi belum sempurna.

Bagaimanapun juga masih ada ancaman yang cukup berbahaya bagi kelangsungan dakwah dan kehidupan kaum muslimin. Dendam kesumat serta kedengkian yang bersemayam di dada-dada mereka begitu menyala-nyala untuk menumpas Islam dan kaum muslimin. Mereka tidak rela sampai kaum muslimin mau mengikuti agama dan keyakinan mereka yang rusak. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

    “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (Al-Baqarah: 120)

Kita tidak lupa, bagaimana pengkhianatan mereka terhadap kesepakatan yang mereka buat bersama Rasulullah SAW beberapa saat setelah beliau tiba di Madinah. Juga kekejian dan kebusukan ucapan serta makar mereka terhadap Rasulullah SAW dan kaum muslimin.

Beberapa tokoh mereka yang sangat hebat gangguannya terhadap SAW telah mati terbunuh. Tapi itu tidak membuat mereka jera. Dendam mereka semakin memuncak.

Lebih kurang 20 hari sepulangnya dari Hudaibiyah, Rasulullah SAW mulai memobilisasi kaum muslimin untuk menyerang Khaibar. Allah Subhanahu wa Ta’ala pun telah menjanjikannya kepada beliau saat beliau masih di Hudaibiyah. Sebagaimana diriwayatkan oleh Miswar bin Makhramah dan Marwan bin Al-Hakam, bahwa ketika Rasulullah SAW masih di Hudaibiyah dan mulai bertolak menuju ke Madinah, turunlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

    “Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu.” (Al-Fath: 20)

Yang dimaksud yaitu Khaibar. Semua itu sebagai sebuah ayat (tanda) bagi hal-hal yang terjadi sesudahnya, sekaligus pahala atas kesabaran para sahabat dan keridhaan mereka menerima segala keputusan Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Hudaibiyah serta kesiapan mereka untuk tidak lari meninggalkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itulah, ghanimah yang ada dari Khaibar itu dikhususkan bagi mereka yang ikut serta dalam peristiwa Hudaibiyah.

Khaibar, adalah sebuah kota besar sekitar delapan barid atau sepuluh barid (sekitar 80  mil sebagian mengatakan 100 mil) dari Madinah ke arah Syam (utara). Kota ini memiliki benteng-benteng pertahanan cukup kuat, yang merupakan markas besar segala siasat keji yang diarahkan kepada Islam dan kaum muslimin. Dari sinilah upaya mendatangkan pasukan gabungan (Al-Ahzab) untuk menumpas kaum muslimin. Mereka menghasut Bani Quraizhah, mengkhianati perjanjian mereka, selalu berhubungan dengan munafikin Madinah dan beberapa kabilah ‘Arab lainnya yang benci kepada Islam dan muslimin. Akibatnya, kaum muslimin selalu mengalami berbagai ujian dan cobaan silih berganti.

Akhirnya, setelah berhasil menahan bahkan menghentikan gangguan dan ancaman serangan dari musyrikin Quraisy, mulailah diupayakan menghentikan gangguan dan ancaman dari orang-orang Yahudi tersebut.

MENYIAPKAN PASUKAN

Ketika orang-orang yang lemah iman dan kaum munafikin mendengar banyaknya ghanimah (rampasan perang) yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka berusaha untuk ikut serta dalam perang ini. Padahal sebelumnya mereka tidak mau menyertai beliau di Hudaibiyah. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, menerangkan kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal ini:

    “Orang-orang Badui yang tertinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan: ‘Biarkanlah kami, niscaya kami mengikuti kamu; mereka hendak mengubah janji Allah.’ Katakanlah: ‘Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami: demikian Allah telah menetapkan sebelumnya’; mereka akan mengatakan: ‘Sebenarnya kamu dengki kepada kami.’ Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali.” (Al-Fath: 15)

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumumkan agar tidak ada yang ikut kecuali yang benar-benar ingin berjihad, bukan mengharap ghanimah. Akhirnya, di awal tahun ke-7 Hijriyah, berangkatlah sekitar 1.400 orang pasukan, semuanya adalah yang dahulu ikut dalam Bai’atur Ridhwan di Hudaibiyah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat Siba’ bin ‘Urfuthah sebagai pengganti beliau di Madinah.

Setelah beliau berangkat, datanglah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu masuk Islam. Beliau ikut shalat shubuh bersama Siba’ dan mendengarnya membaca surat Al-Muthaffifin. Dalam hati, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Celaka Abu Fulan, dia punya dua takaran. Kalau membeli, dia minta disempurnakan takarannya, tapi kalau dia menjual (menakar buat orang lain) dia menguranginya.”

Selesai shalat, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menemui Siba’ dan beliaupun memberinya bekal untuk berangkat menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

ULAH MUNAFIQIN MADINAH

Kabar keberangkatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat ini menurut sebagian ahli sejarah telah sampai kepada Yahudi Khaibar. Tak pelak lagi, kaum munafikinlah yang berulah. Diceritakan, bahwa ‘Abdullah bin Ubai bin Salul –gembong munafikin Madinah– menyampaikan berita ini kepada para pemimpin Yahudi Khaibar. Mereka pun mengutus beberapa orang Yahudi, di antaranya Kinanah bin Abil Huqaiq dan Haudzah bin Qais, ke Ghathafan meminta bantuan, karena mereka adalah sekutu Yahudi Khaibar. Tapi mereka meminta syarat, kalau berhasil maka separuh hasil kurma Khaibar buat mereka.

Sebagian orang Yahudi yang tinggal di Madinah meremehkan kaum muslimin. Bagaimana mungkin mereka menembus Khaibar, karena wilayah itu dikelilingi benteng-benteng kokoh di puncak-puncak bukit. Juga jumlah pasukan dan perlengkapan mereka sangat banyak, demikian juga perbekalan mereka. Seandainyapun mereka bertahan di dalam benteng itu selama setahun, masih cukup.

Tapi keyakinan para sahabat akan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat yang sudah disebutkan tidak luntur. Mereka tetap menyertai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keimanan sejati, karena kemenangan bukan dinilai dari kekuatan dan perlengkapan pasukan. Kemenangan adalah karunia dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan diperoleh dengan kemaksiatan.

Sementara orang-orang Yahudi Khaibar sendiri yakin, tidak mungkin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mampu menaklukkan mereka. Karena mereka berada dalam benteng yang kokoh, persenjataan dan logitistik yang memadai. Setiap hari ribuan orang prajurit keluar dari benteng itu dalam keadaan berbaris.

MENUJU KHAIBAR

Salamah bin Al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu bercerita: Kami berangkat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju Khaibar, berjalan di malam hari. Lalu ada yang berkata kepada ‘Amir: “Mengapa tidak engkau perdengarkan kepada kami dendangmu?” Dahulu, ‘Amir dikenal sebagai penyair. Diapun turun lalu bersyair:

Demi Allah, kalau tidak karena Allah, niscaya kami tidak mendapat petunjuk
Tidak bersedekah, tidak pula shalat
Kami tidak merasa cukup dari karunia-Mu
Maka teguhkan kaki kami jika bertemu (dengan musuh)
Dan turunkanlah ketenangan kepada kami

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Siapa penggiring ini?”  “Amir,” kata para sahabat. Beliaupun berkata:  “Semoga Allah merahmatinya.” Berkatalah seseorang: “Pasti, wahai Rasulullah, mengapakah tidak engkau biarkan kami bersenang-senang dengan dia?”

Menurut mereka, kalau Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah menyatakan demikian, tentulah orang yang didoakan itu mati syahid. Kenyataannya memang demikian. ‘Amir gugur sebagai syahid terkena pedangnya sendiri ketika menghadapi Marhab, pemuka Yahudi yang menantang adu tanding (duel satu lawan satu). (Lihat Shahih Muslim Kitabul Jihad was Siyar dari Salamah bin Al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu-red)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan rombongan tetap berjalan hingga tiba di Ar-Raji’, sebuah lembah antara Khaibar dan Ghathafan. Beliau sengaja melintasi wilayah ini, untuk berjaga-jaga jika Ghathafan mengirimkan bala bantuan kepada Khaibar sehingga beliau mendahului untuk memutus jalur hubungan mereka.

Ketika Ghathafan mendengar keberangkatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, segera pula mereka mempersiapkan diri untuk membantu Khaibar. Tetapi, belum jauh mereka berjalan meninggalkan perkampungan mereka, ketakutan mulai merayapi hati mereka: jangan-jangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama pasukannya akan menyerang harta dan keluarga mereka. Akhirnya, mereka mengurungkan niatnya membantu Khaibar dan membiarkan Yahudi Khaibar sendiri menghadapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

TIBA DI KHAIBAR

Setelah berjalan beberapa malam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Khaibar. Beliaupun shalat subuh di sana, dan kemudian kaum muslimin mulai bertolak. Kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila hendak menyerang satu kaum, beliau menunggu sampai shubuh tiba. Kalau beliau mendengar adzan dikumandangkan, beliau menahan diri. Kalau tidak, beliau mulai menyerang. Ketika subuh itu tidak terdengar suara adzan, beliau mulai naik kendaraan, kamipun menaiki kendaraan.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan, ketika itu dia berboncengan dengan Abu Thalhah (suami ibunya), dan kaki beliau menyentuh kaki Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan sampai tersingkap sarung Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga kelihatan putih sebagian paha beliau.

Sementara itu, penduduk Khaibar seperti biasa berangkat ke tempat kerja mereka, tanpa menyadari kehadiran pasukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika mereka melihat pasukan tersebut, mereka berteriak: “(Itu) Muhammad, demi Allah. Muhammad dan pasukannya.” Merekapun berlari ketakutan masuk ke benteng mereka.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    ”Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Hancurlah Khaibar. Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Hancurlah Khaibar. Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Hancurlah Khaibar. Sesungguhnya bila kami tiba di pelataran satu kaum, maka amat buruklah pagi hari yang dialami oleh orang-orang yang diperingatkan itu.” (HR. Al Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)

Setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendekati dan mengamati perkampungan mereka, beliau berkata: قِفُوا  “Berhentilah.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berdoa:

    “Ya Allah, Rabb (Pencipta, Penguasa, dan Pengatur) langit-langit dan semua yang dinaunginya. Rabb bumi dan semua yang ditopangnya. Rabb para setan dan semua yang disesatkannya, dan Rabb angin serta semua yang diterbangkannya. Sesungguhnya kami mohon kepada Engkau, kebaikan negeri ini dan kebaikan penduduknya, serta kebaikan yang ada padanya. Kami berlindung dengan-Mu dari kejahatannya, dan kejahatan penduduknya serta kejahatan yang ada padanya. Majulah dengan nama Allah.”

Doa ini sering diucapkan beliau setiap kali tiba di suatu wilayah.

BENTENG PERTAHANAN KHAIBAR

Wilayah Khaibar terbagi menjadi dua. Yang pertama mempunyai lima benteng:

1. Benteng Na’im
2. Benteng Ash-Sha’b bin Mu’adz
3. Qal’atu Az-Zubair
4. Benteng Ubai
5. Benteng An-Nizar

Tiga benteng pertama di daerah An-Nithah, sedangkan dua lainnya di daerah Syaq.

Wilayah kedua, dikenal dengan Katibah, terdapat tiga benteng yang kokoh, yaitu:

1. Benteng Qamush (benteng anak cucu Abul Huqaiq dari Bani Nadhir)
2. Benteng Wathih, dan
3. As-Sullam

Masih banyak benteng lain, tetapi kecil-kecil dan tidak sekuat delapan benteng ini. Adapun pertempuran terjadi di wilayah pertama.

PEPERANGAN DIMULAI

Ketika penduduk Khaibar mulai menyadari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin sudah tiba di dekat benteng mereka, mereka pun berlari ketakutan, masuk kembali ke dalam benteng tersebut.

Benteng pertama yang diserang oleh kaum muslimin adalah Na’im. Dari benteng ini keluarlah pemimpin mereka Marhab, yang kekuatannya setara dengan seribu prajurit.

Khaibar tahu aku adalah Marhab
Senjata ampuh pahlawan kawakan
Jika perang telah mulai, diapun berkobar

Mendengar ini, ‘Amir paman Salamah bin Al-Akwa’ turun ke gelanggang menyambut tantangan Marhab perang tanding.

Khaibar tahu aku adalah ‘Amir
Senjata ampuh pahlawan di medan laga

Kemudian keduanya saling serang beberapa kali. Suatu ketika pedang Marhab menebas tapi mengenai perisai di tangan ‘Amir dan terjepit. ‘Amir menunduk menebas ke arah kaki Marhab, namun sayang pedang pendeknya tidak mengenai sasaran dan berbalik mengenai urat nadi di lengannya. ‘Amir terluka dan gugur seketika itu juga. Ternyata sebagian sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengomentari bahwa ‘Amir telah gugur amalannya karena bunuh diri.

Kata Salamah bin Al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu: Aku menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil menangis sambil berkata: “Wahai Rasulullah, amalan ‘Amir telah gugur.”  Beliau bersabda:  مَنْ قَالَ ذَلِكَ؟   “Siapa yang mengatakan begitu?”   “Sebagian sahabat anda,” kataku. Beliau bersabda pula: “Salah orang yang mengatakan begitu. Bahkan dia memperoleh dua pahala.” Demikian diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam hadits yang panjang dalam Shahih-nya, Kitab Al-Jihad was Siyar dari Salamah bin Al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu.

Yahudi keluar dari Khaibar secara bertahap. Pengusiran mereka selesai pada masa Khalifah ‘Umar bin Al Khattab Rodhiallahu ‘anhu.

Arogansi Yahudi Khaibar akhirnya lumat sudah. Satu persatu benteng mereka berhasil dikuasai kaum muslimin.
Jatuhnya Benteng Khaibar

Benteng Na’im adalah benteng pertama yang diserang kaum muslimin. Dari benteng inilah keluar Marhab, jagoan Yahudi yang kekuatannya sebanding dengan seribu orang. Setelah ‘Amir bin Al-Akwa’ gugur sebagai syahid, Marhab keluar lagi dan menantang. Dalam peristiwa inilah Mahmud, saudara Muhammad bin Maslamah radhiyallahu ‘anhu terbunuh karena dilempar dengan batu gilingan.

Ibnu Hisyam rahimahullahu dalam Sirah-nya menyebutkan akhirnya Muhammad bin Maslamah keluar menyambut tantangannya untuk menuntut balas atas kematian saudaranya Mahmud. Setelah saling serang beberapa kali, keduanya masuk ke dalam barisan pepohonan. Sekarang, mereka bertempur di balik sebatang pohon. Pada satu kesempatan, Marhab menebas, tapi ditangkis oleh Muhammad, sehingga pedangnya terjepit. Melihat ini, Muhammad menunduk dan menebas kaki Marhab hingga putus. Marhab minta agar segera dibunuh saja, namun tetap dibiarkannya sekarat.

Setelah itu, datanglah ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu membunuhnya. Kemudian keduanya mengadu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang rampasannya. Kata Muhammad: “Wahai Rasulullah, tidaklah aku putuskan kakinya lalu aku biarkan dia, melainkan agar dia merasakan kematian, padahal aku mampu membunuhnya saat itu.”

Kata ‘Ali: “Dia benar. Saya menebas lehernya sesudah Muhammad memotong kedua kakinya.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyerahkan barang-barang milik Marhab kepada Muhammad bin Maslamah, yaitu pedang, tombak, dan topi besinya serta gadanya. Pedang itu masih tersimpan di keluarga Muhammad bin Maslamah dan di situ tertulis kalimat yang hanya bisa dibaca oleh seorang Yahudi, isinya: “Ini pedang Marhab, siapa yang terkena pasti binasa.”Sementara yang lain mengisahkan bahwa yang membunuh Marhab adalah ‘Ali bin Abi Thalib, demikian kata Al-Hakim dalam Mustadrak-nya. Tapi menurut Ibnu Katsir rahimahullahu susunannya aneh (gharib) dan munkar, bahkan dalam sanadnya terdapat rawi yang tertuduh tasyayyu’ (cenderung kepada Syi’ah).

Ketika itu, ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang sedang sakit mata, dipanggil oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebelumnya beliau bersabda:

“Sungguh, besok betul-betul akan saya serahkan bendera perang ini kepada seseorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memberi kemenangan lewat tangannya.”
Para sahabat bermalam sambil bertanya-tanya siapa orang yang akan diserahi bendera tersebut? Bahkan ‘Umar radhiyallahu ‘anhu mengatakan: “Belum pernah aku berambisi untuk menjadi pemimpin kecuali pada malam itu.”
Keesokan harinya, mereka datang pagi-pagi kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi beliau berkata:

“Di mana ‘Ali bin Abi Thalib?”
Para sahabat menyahut: “Dia sakit mata, wahai Rasulullah.” Beliau perintahkan supaya dia dibawa ke hadapan beliau, lalu beliau ludahi kedua matanya dan mendoakannya. Akhirnya kedua mata itu sembuh seolah-olah tidak pernah sakit. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan bendera itu kepadanya.
Kata ‘Ali radhiyallahu ‘anhu: “Wahai Rasulullah, apakah saya perangi mereka agar mereka jadi sama seperti kita (muslim)?”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Teruslah, jalan pelan-pelan hingga tiba di pekarangan mereka. Kemudian ajaklah mereka kepada Islam. Terangkan apa yang wajib atas mereka tentang hak Allah dalam Islam. Demi Allah, seandainya Allah beri petunjuk satu orang saja lewat dirimu, maka itu lebih baik bagimu daripada unta merah.” (HR. Al-Bukhari (7/365) dan Muslim (1807) dan Ahmad (4/52) dari hadits Salamah bin Al-Akwa’)

Ketika Marhab keluar dan menantang, ‘Ali radhiyallahu ‘anhu pun membalas:
Akulah yang dinamai ibuku Haidarah (singa kecil)
Bak singa rimba yang menakutkan
Aku sempurnakan mereka dengan sha’ sebanyak cidukan

‘Ali radhiyallahu ‘anhu pun berjalan mendekati benteng. Tiba-tiba salah seorang Yahudi melihat dari atas benteng, lalu bertanya: “Siapa engkau?” Kata ‘Ali: “Aku ‘Ali bin Abi Thalib.” Yahudi itu berseru: “Kamu menang, demi yang diturunkan kepada Musa.”

Setelah Marhab tewas, keluarlah saudaranya, Yasir sambil berkata: “Siapa yang berani bertanding?”

Lalu majulah Az-Zubair radhiyallahu ‘anhu menyambut tantangannya. Shafiyyah ibunya berkata: “Wahai Rasulullah, (apakah) dia akan membunuh anakku?” Kata beliau: “Bahkan putramulah yang akan membunuhnya, insya Allah.” Az-Zubair radhiyallahu ‘anhu pun berhasil membunuhnya.

Kemudian orang-orang Yahudi lari masuk ke dalam bentengnya yang bernama Al-Qamush. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengepung benteng ini hampir 20 malam. Daerah ini tanahnya buruk dan panas. Kaum muslimin pun merasakan lapar yang berat. Mereka mulai menyembelih keledai jinak, tapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka memakannya.

Sementara di dalam benteng Khaibar, seorang budak Habsyi melihat persiapan orang-orang Yahudi begitu hebat. Dia tertarik dengan pernyataan mereka ketika dia tanya siapa yang akan mereka hadapi itu? Orang-orang Yahudi itu mengatakan bahwa mereka akan menghadapi seseorang yang mengaku nabi. Muncul tanda tanya dalam hatinya ketika mendengar mereka menyebut nabi. Lalu diapun menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Kepada apa yang engkau berdakwah?”

Beliau menjawab: “Saya ajak engkau kepada Islam; agar engkau bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan saya adalah Rasulullah serta tidak menyembah kecuali hanya Allah.”
Budak itu bertanya lagi: “Apa yang saya peroleh jika saya bersaksi dan beriman kepada Allah?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Jannah (surga), kalau engkau mati di atas persaksian tersebut.”
Budak itupun masuk Islam lalu berkata: “Wahai Nabi Allah, kambing-kambing ini adalah amanah pada saya.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Keluarkan dia dari pasukan kita dan lemparlah dengan kerikil, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menunaikan amanahmu ini.”

Budak itu melaksanakannya, maka pulanglah kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Melihat kambing-kambingnya pulang tanpa gembala, orang Yahudi majikan si budak itu pun mengerti bahwa budaknya telah masuk Islam.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai berdiri di hadapan barisan muslimin, menasihati mereka dan mendorong mereka berjihad. Setelah kedua pasukan bertemu, dan terbunuhlah sebagian di antara mereka, termasuk budak hitam tersebut. Pasukan muslimin membawanya ke markas dan memasukkannya ke dalam tenda. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya setelah dia terbunuh, lalu bersabda:

“Sungguh Allah sudah membuat wajahmu menjadi baik, mengharumkan tubuhmu dan memperbanyak hartamu. Dan sungguh aku lihat dua istrinya dari kalangan bidadari surga menanggalkan jubahnya dan masuk ke dalam antara kulit dan jubahnya.” (Hadits ini disahihkan oleh Adz-Dzahabi dalam Tarikhul Islam.)

Diriwayatkan pula oleh An-Nasa`i, Ath-Thahawi, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi dengan sanad yang sahih, bahwa Syaddad bin Al-Hadi radhiyallahu ‘anhu mengatakan:

“Datang seorang Arab dusun kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beriman dan mengikuti beliau. Dia berkata: “Saya akan hijrah bersamamu.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mewasiatkan dia kepada sebagian sahabat. Lalu ketika terjadi perang Khaibar dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperoleh ghanimah, beliau pun membagi-bagikannya, termasuk kepada si Arab dusun tersebut. Ketika menerimanya, dia bertanya: “Apa ini?” Sahabat yang menyerahkan berkata: “Ini bagianmu yang diberikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untukmu.” Diapun mengambilnya lalu datang membawanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian katanya: “Apa ini, wahai Rasulullah?”
Beliau berkata: “Bagian yang aku berikan untukmu.”
Dia berkata: “Bukan untuk ini saya mengikuti engkau. Tapi saya mengikuti engkau agar aku dipanah di sini -dia menunjuk ke arah tenggorokannya-, lalu aku mati dan masuk surga.”
Kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Kalau engkau jujur, Allah pasti membenarkanmu.”
Kemudian diapun bangkit menyerbu musuh. Tak lama, dia dibawa ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan terbunuh tepat di tempat yang ditunjuknya. Beliau bertanya: “Diakah ini?”
Kata mereka: “Ya.”
Beliau berkata: “Dia jujur kepada Allah, maka Allah benarkan dia.” Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengafaninya dengan jubahnya lalu meletakkannya di depan, kemudian menyalatkannya. Di antara doa beliau untuknya ialah: “Ya Allah, ini adalah hamba-Mu, dia keluar sebagai muhajir di jalan Engkau lalu terbunuh sebagai syahid, dan aku jadi saksi atasnya.”

Setelah itu, orang Yahudi pindah ke benteng Az-Zubair, di atas bukit Qullah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengepungnya selama tiga malam. Lalu datanglah seorang lelaki Yahudi bernama ‘Azaal dan berkata: “Wahai Abul Qasim (kunyah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam), sebetulnya, walaupun engkau kepung selama sebulan, mereka tidak peduli. Mereka punya mata air untuk minum di bawah tanah. Mereka bisa keluar di malam hari lalu minum dari telaga itu lalu pulang ke benteng mereka dan bertahan dari engkau. Kalau engkau putus jalur air minum mereka, tentu mereka akan menyerah.”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai memutus jalur minum mereka. Setelah persediaan air mereka putus, mereka keluar dan menyerang hebat. Terbunuhlah beberapa orang dari muslimin, sedangkan di pihak Yahudi ada puluhan orang tewas. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berhasil menaklukkannya.

Setelah itu, beliau menuju Kutaibah dan Wathih serta Sulalim, benteng Ibnu Abil Huqaiq. Para penghuni benteng ini bertahan sehebat-hebatnya. Akhirnya datang kepada mereka semua orang yang sudah kalah dari Nithah dan Syaq. Ketika mereka tidak keluar dari benteng, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkeinginan untuk menyerang mereka dengan manjaniq (semacam ketapel yang besar). Melihat hal ini, mereka yakin akan binasa kalau diteruskan. Akhirnya mereka menyerah dan minta damai kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah pengepungan selama 24 hari.

Akhirnya, turunlah Ibnu Abil Huqaiq berunding dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian disepakati bahwa orang Yahudi harus keluar dari Khaibar membawa anak-anak mereka dan meninggalkan harta mereka kecuali pakaian yang melekat pada tubuh mereka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam mereka bila mereka menyembunyikan sesuatu dari beliau.
Tapi mereka menyembunyikan kekayaan Huyai bin Akhthab yang dahulu dibawanya pindah dari Madinah (dalam peristiwa pengusiran Bani Nadhir). Beliau bertanya: “Mana kantung kulit yang dibawa Huyai dari Bani Nadhir?”
Katanya: “Habis untuk belanja dan perang.”
Kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Masanya begitu singkat, sedangkan harta itu sangat banyak?” Lalu beliau menyerahkannya kepada Az-Zubair, lalu diapun disiksa sampai mengaku. Akhirnya dia berkata: “Saya pernah melihat dia mengitari reruntuhan di sini.”

Merekapun mendatanginya dan mengitarinya, akhirnya mereka temukan kulit itu di dalam puing-puing. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghukum mati dua putra Ibnu Abil Huqaiq, yang salah satunya adalah suami Shafiyyah bintu Huyai bin Akhthab. Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menawan wanita dan anak-anak mereka serta membagi-bagi harta mereka. Bahkan beliau ingin pula mengusir mereka dari Khaibar.
Kata mereka: “Wahai Muhammad , biarkan kami di sini mengolah tanah ini, karena kami lebih tahu daripada kalian.”
Hal ini disepakati oleh beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan syarat separuh hasil tanah Khaibar untuk beliau. Demikian diriwayatkan oleh Abu Dawud rahimahullahu di Kitab Al-Kharaj dalam Sunan-nya.

Dalam peristiwa ini, tidak ada yang dibunuh beliau sesudah perdamaian selain kedua putra Ibnu Abil Huqaiq. Itupun karena pelanggaran yang mereka lakukan, dengan menyembunyikan sebagian harta milik Huyai.
Setelah memilih Shafiyyah, beliau perintahkan Bilal membawanya ke kendaraan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan sengaja Bilal membawa mereka melewati bangkai suami dan saudara serta bapak-bapak mereka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka melihatnya, lalu menegur Bilal:

“Sudah hilangkah kasih sayang darimu, wahai Bilal?”
Kemudian beliau menawarkan Islam kepada Shafiyyah, dan diapun masuk Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memilihnya untuk beliau, lalu membebaskannya dan menjadikan kebebasannya itu sebagai mahar. (HR. Al-Bukhari (7/360) dan Muslim (2/1043) dari hadits Anas radhiyallahu ‘anhu)

Beliau mengadakan walimahan dan masuk kepadanya di perjalanan menuju ke Madinah. Ketika melihat warna hijau di pipi Shafiyyah, beliau bertanya: “Apa ini?”

Kata Shafiyyah: “Wahai Rasulullah, sebelum kedatanganmu kepada kami, saya bermimpi seolah-olah bulan lepas dari tempatnya dan jatuh di pangkuanku. Padahal demi Allah, saya tidak pernah mengingat engkau sedikitpun. Lalu saya ceritakan kepada suami saya, tapi dia menamparku dan berkata: ‘Engkau mengangankan raja yang di Madinah itu (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maksudnya –ed)’.” (Al-Haitsami dalam Al-Majma’ (9/251), lihat Az-Zaad (3/327).)

Di malam harinya, Abu Ayyub berjaga malam di sekitar tenda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai subuh. Ketika dia melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, diapun bertakbir. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya: “Ada apa, wahai Abu Ayyub?”

Katanya: “Saya berjaga malam, ketika engkau masuk kepada wanita ini. Saya teringat engkau telah membunuh bapak dan suaminya, saudara serta kerabatnya. Maka saya khawatir dia membunuhmu diam-diam.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tertawa mendengarnya dan mendoakan kebaikan baginya.

Buah Perang Khaibar
Dua puluh orang muslim menemui syahid.
Sembilan puluh Yahudi terbunuh.
Muslimin mendapatkan rampasan perang yang banyak. Dan muslimin berhasil menghilangkan bahaya Yahudi. Karena selama ini Yahudi merupakan ancaman bagi kaum muslimin.
Penduduk Fadak, di utara Khaibar, segera mengikat perjanjian dengan muslimin. Daerah itu dikhususkan untuk Rasulullah.
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Setelah Khaibar diduduki, ada orang yang menghadiahkan daging kambing yang beracun kepada Nabi saw. Lalu beliau bersabda: “saya hendak bertanya kepadamu tentang satu hal! Adakah kamu mau memberikan keterangan yang sebenarnya kepada saya!”. Mereka menjawab: “Ya” Nabi SAW bertanya kepada mereka :”Siapa ayahmu?” mereka itu menjawab :”Si Anu !” Lalu beliau bersabda :” kamu dusta, akan tetapi ayah kamu si “Anu”. Mereka itu berkata:” Benar Tuan!” Beliau bertanya :” Adakah kamu mau menjawab dengan benar kepada saya tentang sesuatu yang saya tanyakan ?” Ya, hai Abu Qasim! Sekiranya kami berdusta, tuan ketahui dusta kami sebagaimana tuan ketahui tentang ayah kami”. Beliau menanyakan kepada mereka: “Siapa ahli neraka”?” Mereka itu menjawab: “Kami berada didalamnya dalam masa yang singkat, kemudian kamu gantikan kami didalamnya”. Nabi saw lalu bersabda :”Kamu akan tetap disika dalam neraka itu, demi Allah! Kami tidak akan pernah menggantikan kamu didalam neraka itu”.
Kemudian beliau bersabda lagi: “Adakah kamu mau menjawab dengan benar kepada saya tentang sesuatu yang saya tanyakan?” Jawab mereka: “Ya, hai Abu Qasim!” Beliau bertanya: “Adakah kamu isikan racun dalam daging kambing ini?” Jawab mereka: ”Ya”. Tanya beliau : “ Apakah yang mendorong kamu berbuat demikian?” Jawab mereka: ”Maksud kami ialah, kalau sekiranya tuan seorang pendusta, kami akan senang. Dan kalau sekiranya tuan seorang Nabi, racun itu tidak akan membahayakan tuan.” (HR. Bukhari 1412)

Pembuktian bahwa nabi Muhammad selamat dari racun yang diberikan oleh wanita Yahudi Zainab binti Hârits, istri Salâm bin Misykam, salah seorang pembesar Yahudi adalah:
1. Perang Khaibar terjadi pada tahun 628 M (tahun ke 7 H) dan pada bulan February 629 M – Zul Qa’dah 7 H) Nabi dan kaum Muslimin melaksanakan Umratul Qadha’.
2. Setelah perang Khaibar dapat ditaklukkan, Rasulullah menikah dengan Shafiyah binti Huyaiy bin Akhtab. Pada tahun yang sama.
3. Bulan January 630 M (Ramadhan 8 H) Nabi Muhammad pun masih SEHAT WAL ‘AFIAT. Beliau membuka kota Makkah dan menghancurkan semua berhala-behrhala yang ada disekitar Ka’bah. Peristiwa ini dikenal dengan “FATHUL MAKKAH”.  Nabi masuk dengan jaminan penuh dari beliau bahwa tidak ada satu tetespun darah yang jatuh. Padahal kalau beliau mau kehancuran dan kebinasaan kota Makkah bertengger di bibir beliau. Hanya dengan satu sekali perintah tentara yang berjumlah 12.000 personil dalam sekejab akan membinasakan kota Makkah dalam seketika.
4. 4 (Empat tahun) dari peristiwa Khaibar Rasulullah masih HIDUP!! Dan pada bulan maret 632 M, atau tepatnya Dzulhijjah 10 H) Rasulullah melaksanakan Haji Wada’ bersama-sama dengan kira-kira 114.000,- orang kaum muslimin untuk menunaikan ibadah haji.
5. Pada bulan Mei 632M, atau bulan safar 11 H, Rasulullah menyiapakan Tentara Usamah
untuk pergi ke Negri Syam.
6. Pada tgl 7 Juni 632 M atau pada hari senin12 Rabi’ul awal (bertepatan dengan hari
kelahiran beliau) Nabi Muhammad wafat.

Nabi Muhammad wafat karena sakit biasa dan bukan karena racun:
Sebelum beliau wafat, Rasulullah SAW tetap melaksanakan Dak’wah :
Dari Aisyah ra., katanya :”Ketika sakit Nabi bertambah berat, beliau meminta kepada semua istri beliau, supaya ia diizinkan selama sakit ia dirawat dirumahku, dan mereka semua mengizinkannya. Lalu Nabi pergi ke rumah Aisyah dipapah oleh dua orang laki-laki, sedangkan kedua belah kaki beliau tercecah menggaris tanah dinatara kedua orang laki-laki itu, yaitu Abbas dan seorang lagi.”
Kata Ubaidillah, “Cerita Aisyah itu kuceritakan kepada Abbas, lalu dia menanyakan kepadaku, tahukah engkau siapa laki-laki yang seorang lagi itu?”
Jawabku, “Tidak!” Katanya, “Dia adalah Ali”.
Selanjutnya Aisyah menceritakan juga, bahwa setelah  Rasulullah SAW berada dirumahnya, sedangkan sakit Rasul bertambah keras juga, maka beliau bersabda, “Siramkanlah kepadaku tujuh girbag air yang masih utuh, mudah-mudahan aku segera dapat melaksanakan da’wah kembali kepada orang banyak.”
Lalu Nabi didudukkan kedalam sebuah bak mandi terbuat dari kuningan, kepunyaan hafshah, istri nabi saw, kemudian beliau kami sirami dengan air yang disuruhkan Nabi, sampai beliau memberi isyarat kepada kami, ‘Sudah cukup.”
Sesudah itu beliau pergi ke Mesjid menemui jamaah”
(HR Bukhari 135)

Kesimpulan:
Beberapa sahabat Rasulullah SAW yang ikut makan daging kambing dengan Rasul ketika itu tewas saat itu juga, apa bila dia bukan seorang Rasul maka dapat di pastikan akan ikut tewas.
Itu artinya racun yang di bawah oleh wanita yahudi sangat mematikan. Jadi tidak benar Rasulullah SAW wafat karena racun.
Selamatnya Rasul dari racun merupakan salah satu Mukjizat yang di berikan Allah SWT kepada beliau.
Wallahu'alam bishowab

Nasehat untuk kaum wanita


Saudara dan saudari kaum muslimin dan muslimat
Renungan
khususnya untuk para wanita dan diriku sendiri.

Sayidina Ali ra menceritakan suatu ketika melihat
Rasulullah saw menangis manakala ia datang bersama Fatimah.

Lalu keduanya bertanya mengapa Rasulullah saw menangis. Beliau menjawab,

"Pada malam aku di-isra'- kan , aku melihat perempuan-perempuan yang sedang disiksa dengan berbagai siksaan. Itulah sebabnya mengapa aku menangis. Karena, menyaksikan mereka yang sangat berat dan mengerikan siksanya.

Putri Rasulullah saw kemudian menanyakan apa yang dilihat ayahandanya. "Aku lihat ada perempuan digantung rambutnya, otaknya mendidih.

Aku lihat perempuan digantung lidahnya, tangannya diikat ke belakang dan timah cair dituangkan ke dalam tengkoraknya.

Aku lihat perempuan tergantung kedua kakinya dengan terikat tangannya sampai ke ubun-ubunnya, diulurkan ular dan kalajengking.

Dan aku lihat perempuan yang memakan badannya sendiri, di bawahnya dinyalakan api neraka. Serta aku lihat perempuan yang bermuka hitam, memakan tali perutnya sendiri.

Aku lihat perempuan yang telinganya pekak dan matanya buta, dimasukkan ke dalam peti yang dibuat dari api neraka, otaknya keluar dari lubang hidung, badannya berbau busuk karena penyakit sopak dan kusta.

Aku lihat perempuan yang badannya seperti himar,
beribu-ribu kesengsaraan dihadapinya. Aku lihat perempuan yang
rupanya seperti anjing, sedangkan api masuk melalui mulut dan keluar dari duburnya sementara malikat memukulnya dengan pentung dari api neraka,"kata Nabi saw.

Fatimah Az-Zahra kemudian menanyakan mengapa mereka
disiksa seperti itu?

*Rasulullah menjawab, "Wahai putriku, adapun mereka yang tergantung rambutnya hingga otaknya mendidih adalah wanita yang tidak menutup rambutnya sehingga terlihat oleh laki-laki yang bukan muhrimnya.

*Perempuan yang digantung susunya adalah istri yang 'mengotori' tempat tidurnya.

*Perempuan yang tergantung kedua kakinya ialah perempuan yang tidak taat kepada suaminya, ia keluar rumah tanpa izin suaminya, dan perempuan yang tidak mau mandi suci dari haid dan nifas.

*Perempuan yang memakan badannya sendiri ialah karena ia berhias untuk lelaki yang bukan muhrimnya dan suka mengumpat orang lain.

*Perempuan yang memotong badannya sendiri dengan gunting api neraka karena ia memperkenalkan dirinya kepada orang yang kepada orang lain bersolek dan berhias supaya kecantikannya dilihat laki-laki yang bukan muhrimnya.

*Perempuan yang diikat kedua kaki dan tangannya ke atas ubun-ubunnya diulurkan ular dan kalajengking padanya karena ia bisa shalat tapi tidak mengamalkannya dan tidak mau mandi junub.

*Perempuan yang kepalanya seperti babi dan badannya seperti himar ialah tukang umpat dan pendusta. Perempuan yang menyerupai anjing ialah perempuan yang suka memfitnah dan membenci suami."Mendengar itu, Sayidina Ali dan Fatimah Az-Zahra pun turut menangis.
Dan inilah peringatan kepada kaum perempuan.


Sekarang Anda mempunyai dua pilihan:
1. Biarkan info ini di sini.
2. Share info ini ke sejumlah orang yang anda kenal dan Insya Allah ridha Allah akan dianugerahkan kepada setiap orang yang anda kirim.
Wallahu'alam bishowab