- Tiga hal yang disunnahkan sebelum shalat,
yaitu; Adzan, iqamat, memasang sutrah (penghalang). (Bukhari,
Muslim).
- Syarat sah shalat ringkasnya ada empat
perkara sebagai berikut: 1) Bersuci (thaharah), 2) Mengetahui masuknya waktu, 3)
Menutup Aurat, 4) Menghadap Kiblat. (Al-Baqarah:150).
Rukun-rukun Shalat ( Prosedur yang pokok
)
Rukun shalat ada tiga belas, yaitu:
1. Niat. Sesungguhnya setiap perbuatan itu
bergantung pada niatnya. (Bukhari, Muslim). * Sahnya niat shalat, harus
berbareng dengan Takbiratul Ihram dan hati sadar betul bermaksud akan shalat,
dengan mengingat apa yang dilakukan shalat, juga tentang kefardhuannya. Dan
tidak dipersyaratkan menggerakkan lidah dalam berniat.
2. Berdiri dalam shalat fardhu jika mampu.
Jika kamu tidak mampu karena udzur, boleh duduk. Jika tidak mampu juga, maka
berbaringlah miring. (Bukhari). * Berdiri adalah tegak lurus. Tidak boleh
membungkuk tanpa udzur. Boleh duduk dalam shalat sunnah, baik ia mampu ataupun
tidak. (Bukhari).
3. Takbiratul Ihram. Kunci shalat ia bersuci,
tahrimnya ialah takbir, dan tahlilnya ialah mengucapkan salam. (Tirmidzi, Abu
Dawud).
Syarat-syarat Takbiratul Ihram:
a) Mengucapkan Takbiratul Ihram ( Ucapan
‘Allohu Akbar’ saat pertama kali mulai sholat ) sambil berdiri.
Tidak sah diucapkan ketika bangkit
shalat.
b) Mengucapkannya seraya menghadap
kiblat.
c) Takbiratul ihram dalam bahasa Arab. Bagi
orang yang tidak mampu dan ia tidak mungkin belajar, boleh
dengan maknanya. Namun ia wajib belajar
mengucapkan Takbir dengan bahasa Arab.
d) Semua huruf dalam Takbiratul Ihram harus
terdengar oleh dirinya sendiri, jika ia sehat pendengarannya.
e) Diucapkan berbarengan dengan
niat.
4. Membaca Al-Fatihah. Tidak sah shalat
seseorang tanpa membaca Al-Fatihah. (Bukhari, Muslim).
Syarat-syarat Membaca
Al-Fatihah:
* Bacaan Al-Fatihah terdengar oleh diri
sendiri, bila sehat pendengarannya.
* Dibaca tertib sebagaimana tercantum dalam
Alquran, dengan huruf-huruf dan menegaskan tasydid-
tasydidnya.
* Tidak keliru mengucapkan sehingga mengubah
arti bacaan Al-Fatihah.
* Dengan bahasa Arab, bukan membaca terjemahan
Al-Fatihah.
* Dibaca sambil berdiri. Apabila orang shalat
itu ruku’ sementara dia masih menyelesaikan Fatihahnya, maka
bacaannya itu batal, dan wajib
diulangi.
5. Ruku’. Minimal menunduk seukuran yang
memungkinkan orang yang shalat meletakkan telapak tangannya
di lututnya. Ruku’ yang sempurna ialah
menunduk sehingga punggung menjadi rata. (Al-Hajj: 77, Bukhari,
Muslim).
Syarat-syarat Ruku’:
* Menunduk minimal telapak tangan mencapai
lutut. (Bukhari)
* Menunduk, tidak bertujuan lain, selain
ruku’.
* Tenang (thuma’ninah) minimal selama
kira-kira membaca tasbih, (Bukhari). * Seburuk-buruk pencuri
adalah orang yang mencuri shalatnya, yaitu
sujud dan ruku’ tidak sempurna.” (Ahmad Thabrani).
* Ruku’ yang paling sempurna ialah apabila
pungung rata dengan leher secara horizontal lagi lurus, tidak
melengkung, memekarkan jari-jari, dan
mengucapkan dengan tenang sebanyak tiga kali, “Subhaana
Rabbiyal Azhim.” (Muslim, Tirmdzi, Abu
Dawud).
6. Berdiri Tegak Sesudah Ruku’ (I’tidal). Yaitu berdiri tegak memisahkan antara ruku dan sujud. (Bukhari, Muslim).
Syarat-syarat I’tidal:
* Bangkit dari ruku’ tanpa ada maksud lain selain ibadat.
* Tenang (thuma’ninah) selama i’tidal selama kira-kira bacaan tasbih.
* Tidak terlalu lama berdiri dalam i’tidal, sampai melebihi bacaan Al-Fatihah.
7. Sujud Dua Kali Pada Setiap Rakaat. (Al-Hajj: 77, Bukhari).
Syarat-syarat Sujud:
* Kening harus terbuka ketika disentuh pada tanah.
* Bersujud pada tujuh anggota sujud; Kening hidungnya, dua tangan, dua lutut dan ujung-ujung kaki.
(Bukhari, Muslim).
* Pantat hendaknya lebih tinggi posisinya daripada kepala.
* Tidak bersujud di atas kain yang berkaitan dengan tubuh, yang jika bergerak, maka kain itu ikut bergerak.
* Bersujud tanpa ada maksud lain selain sujud.
* Menekan kening benar-benar di tempat sujud, sehingga bila bersujud di atas kapas atau semisalnya,
* Pantat hendaknya lebih tinggi posisinya daripada kepala.
* Tidak bersujud di atas kain yang berkaitan dengan tubuh, yang jika bergerak, maka kain itu ikut bergerak.
* Bersujud tanpa ada maksud lain selain sujud.
* Menekan kening benar-benar di tempat sujud, sehingga bila bersujud di atas kapas atau semisalnya,
kapas itu menjadi cekung dan berbekas
sujudnya.
* Tenang (thuma’ninah) minimal selama kira-kira bacaan tasbih, Adapun sujud yang sempurna adalah
* Tenang (thuma’ninah) minimal selama kira-kira bacaan tasbih, Adapun sujud yang sempurna adalah
bertakbir ketika menjatuhkan tubuh hendak
bersujud, lalu meletakkan kedua lutut lalu kedua tangan, lalu
kening dan hidung di tempat sujud. Kedua
tangan setentang dengan pundak, jari-jari terentang
dihadapkan ke kiblat, dan perut renggang
dari paha. Dan kedua siku renggang dari lantai dan dari
lambung, seraya mengucapkan tiga kali.
“Subhana Rabbiyal Ala.” (Bukhari, Muslim, Abu Dawud Tirmidzi). * Itu adalah
sujud sempurna yang terpendek. Namun ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan pada sebagian hal tersebut di atas, yakni bahwa perempuan bersujud
dengan merapatkan tubuhnya satu sama lain dan merapat ke lantai.
(Baihaqi).
8. Duduk Antara Dua Sujud
Syarat-syarat Duduk Antara Dua Sujud
* Duduk itu bermaksud ibadat.
* Duduk tidak terlalu lama, tidak melebihi duduk tasyahud yang terpendek.
* Tenang (thuma’ninah) selama paling sedikit bacaan tasbih.
9. Duduk Terakhir. Yaitu duduk pada akhir rakaat yang terakhir dari shalat itu, diakhiri dengan salam.
10. Tasyahhud Pada Duduk Terakhir. Wajib membaca Tasyahhud. (Bukhari, Muslim, Baihaqi, Daruquthni). * Terdapat berbagai riwayat mengenai ucapan tasyahud yang semuanya shahih.
Syarat Tasyahud:
* Terdengar oleh diri sendiri, apabila pendengarannya sehat.
* Dibaca berturut-turut. Tidak berhenti atau diam lama.
* Tasyahud dibaca sambil duduk, kecuali udzur, boleh dibaca dengan cara apapun yang mungkin.
* Dengan bahasa Arab. Jika tidak dapat, boleh dengan terjemahan bahasa apa saja. Dan ia wajib belajar
tasyahud berbahasa Arab.
* Memelihara makhraj-makhraj dan syiddah-syiddah.
* Kalimat tasyahhud harus tertib, sesuai dengan dalilnya.
* Memelihara makhraj-makhraj dan syiddah-syiddah.
* Kalimat tasyahhud harus tertib, sesuai dengan dalilnya.
11. Shalawat Atas Nabi saw.. Yaitu membaca shalawat atas Nabi Muhammad saw. sesudah membaca tasyahud di atas, sebelum salam. (Al-Ahzab: 56 - Ibnu Hibban, Hakim, Tirmidzi, Abu Dawud, Bukhari, Muslim).
Syarat-syarat Shalawat:
* Bacaan shalawat terdengar oleh diri sendiri, apabila pendengarannya sehat.
* Menggunakan kata ‘Muhammad’, atau ‘An-Nabiy’ atau 'Ar-Rasul.’ Tidak sah jika menggunakan kata
‘Ahmad’ umpamanya.
* Menggunakan bahasa Arab, jika tidak mampu, boleh dengan terjemahannya bahasa apapun yang dia
* Menggunakan bahasa Arab, jika tidak mampu, boleh dengan terjemahannya bahasa apapun yang dia
kehendaki. Tetapi, ia wajib belajar
bershalawat dengan bahasa Arab.
* Tertib dalam mengucapkan shalawat. Dan tertib antara shalawat itu dengan tasyahud. Tidak sah jika
* Tertib dalam mengucapkan shalawat. Dan tertib antara shalawat itu dengan tasyahud. Tidak sah jika
shalawat didahulukan daripada
tasyahud.
12. Salam Yang Pertama. Yaitu mengucapkan “Assalamu ‘alaikum Wa rahmatullah..” Dua kali. Sekali sambil menengok ke sebelah kanan dan sekali lagi sambil menengok ke sebelah kiri, hingga terlihat pipinya dari belakang. (Muslim, Abu Dawud Tirmidzi).
13. Tertib. Yakni dimulai dengan niat dan Takbiratul ihram, kemudian membaca Al-Fatihah, lalu ruku’, i’tidal, sujud..... .dan seterusnya.
Adab Shalat
- Amalan yang paling utama adalah shalat tepat
pada waktunya. (Bukhari, Muslim). * Hendaknya sedih, jika tertinggal shalat
tepat pada waktunya.
- Memulai shalat dengan membentangkan tangan
dan mengangkatnya ke atas sambil membaca takbir. (Tirmidzi). * Mengangkat tangan
dalam bertakbir bagi laki-laki sampai batas telinga dan bagi wanita sampai batas
dada. (Bukhari, Muslim, Tirmidzi).
- Meletakkan kedua tangan secara bertumpuk,
yaitu tangan kanan berada di bagian atas dan punggung kanannya menghadap kiblat.
(Muslim). * Tidak boleh bertolak pinggang dalam shalat. (Bukhari,
Muslim).
- Disunnahkan membaca doa iftitah shalat.
(Muslim). * Kemudian membaca ta’awudz sebelum membaca ayat Alquran. (Alquranul
Karim).
- Disunnahkan membaca Al-Fatihah ayat demi
ayat, satu ayat satu nafas. Seperti; ‘Bismillahir rahmanir rahim,...
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin ..., berhenti sebentar kemudian, Ar-rahmanir
rahim..., berhenti, begitu seterusnya. (Tirmidzi, Hakim).
- Disunnahkan membaca ayat Alquran setelah
Al-Fatihah minimal tiga ayat. (Ibnu Saad).
- Mengucapkan ‘Amiin’ dengan dikeraskan dalam
shalat Jahr, setelah membaca:
( Walaadhaaaalliin )
Dan dengan suara pelan dalam shalat Sirr.
(Ibnu Majah, Abu Dawud).
- Disunnahkan ‘saktah’ atau berhenti sejenak
pada dua tempat:
• Setelah bertakbir hingga membaca
Al-Fatihah.
• Setelah membaca Al-Fatihah dan surat ketika
akan ruku’. (Ibnu Majah, Abu Dawud, Bukhari).
- Diwajibkan ‘Thuma’ninah’ (tenang) dalam
setiap rukun. Tidak boleh terburu-buru dalam mengerjakan shalat. (Tirmidzi). Dan
disunnahkan bertakbir setiap perpindahan dari rukun ke rukun.
(Muslim).
- Sunnah merenggangkan jari-jari ketika ruku’
dan menekankannya di atas lutut. (Abu Dawud, Tirmidzi). Pinggul dan kepala
hendaknya rata ketika ruku’, jangan berdiri sebelum sempurna ruku’nya. (Muslim,
Tirmidzi). * Jangan membaca Alquran ketika ruku’. (Nasa’i).
- Ketika berdiri dari ruku’ hendaknya imam
mengucapkan:
( Sami 'Allohu liman khamidah )
Artinya: “Maha Mendengar Allah bagi yang
memujiNya”
Dan makmum membaca:
( Robbanaa lakal khamdu )
Artinya: “Wahai Rabb kami dan bagi-Mu segala
puji.” (Tirmidzi). * Jika shalat sendirian, hendaknya mengucapkan kedua kalimat
di atas tadi.
- Ketika akan sujud, dahulukanlah lutut menyentuh lantai, kemudian tangan, dan dahi. (Bukhari, Muslim). Boleh mendahulukan tangan, kemudian lutut, dan dahi karena keduanya pernah dilakukan oleh Nabi saw.
- Tidak ada mengangkat tangan ketika bertakbir akan sujud. (Bukhari).
- Ketika sujud hendaknya jari-jari menghadap kiblat dan dirapatkan. Berbeda dengan ketika ruku’, jari-jari hendaknya direnggangkan. (Baihaqi, Hakim). Ketika sujud, dahi dan muka berada di antara kedua telapak tangan. Bagi laki-laki sebaiknya merenggangkan antara perut dan paha dengan siku tangan yang terbuka. Seolah-olah anak kambing pun bisa melewatinya. (Abu Dawud, Nasa’i). * Wanita sebaiknya merapatkan antara perut, paha, dan siku tangan dan pinggul yang direndahkan dan tidak mengangkat pantatnya terlalu tinggi, sehingga tidak membentuk lekukan tubuhnya.
- Ketika sujud, hendaknya kedua telapak kaki ditegakkan dan jari-jari kaki menghadap kiblat. (Tirmidzi).
- Dianjurkan agar memperbanyak berdoa ketika sujud. Waktu yang terdekat antara manusia dengan Allah adalah ketika sujud. (Tirmidzi, Nasa’i). * Insya Allah doa tersebut mustajab.
- Dalam sujud hendaknya merasa seolah-olah sedang bersujud di bawah ‘kaki’ Allah swt.. (Syaikh Muhammad Yusuf rah. a). Tidak boleh membaca Alquran ketika sujud. (Nasa’i). Cara duduk diantara dua sujud dan duduk tasyahud awal : Duduk di atas telapak kaki kiri dan menegakkan telapak kaki kanan dan jari-jari kaki menghadap kiblat. (Nasa’i).
- Dalam Tasyahud disunnahkan memberi isyarat dengan jari telunjuk. Yaitu membentuk lingkaran antara ibu jari kanan dan jari tengah di atas paha kanan dan meluruskan jari telunjuk. (Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud).
- Membaca shalawat dan doa dalam Tasyahud akhir. (Tirmidzi). * Contoh doa yang pernah diucapkan Nabi saw.:
Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku
berlindung kepada-Mu dari adzab Jahanam dan adzab kubur, fitnah hidup dan mati,
dan dari fitnah Masih Dajjal”
- Setelah berdoa dalam Tasyahud akhir, disunnahkan mengucapkan salam:
- Setelah berdoa dalam Tasyahud akhir, disunnahkan mengucapkan salam:
Assalamu’alaikum
warahmatullahi
Artinya: “Keselamatan dan rahmat Allah semoga terlimpah ke atasmu.” (Tirmidzi). * Bagi imam, salam hendaknya diucapkan dengan keras, seraya menoleh ke kanan dan ke kiri sehingga terdengar oleh makmum.
- Wajib khusyu’ di dalam shalat. Dan Allah menyediakan neraka ‘Wail’ bagi orang-orang yang tidak khusyu’ dalam shalatnya. (Alquran).
- Lima hal yang membuat kita khusyu’ :
1) Yakin kepada Allah bahwa shalat menyelesaikan segala masalah.
2) Mengikuti cara shalat Nabi saw.
3) Mengetahui nilai dan keuntungan shalat.
4) Menjaga tawajuh/ konsentrasi di dalam empat rukun, yaitu: ketika berdiri atau qiyam, ketika ruku’, ketika sujud, ketika duduk. Sebaiknya masa-masa tersebut diperlama dan sekurang-kurangnya tiga kali merasa bahwa Allah melihat kita.
5) Ikhlas lillahi Ta’ala. Jangan sampai timbul riya di dalam hati ataupun ingin dilihat orang lain. (Maulana Yusuf rah. a).
- Disunnahkan melaksanakan shalat dengan menggunakan sutrah (pembatas di depan). (Bukhari, Muslim, Abu Dawud).
- Jangan shalat menghadap kuburan. (Muslim).
- Jangan bertempat khusus di masjid, kecuali imam. (Ahmad, Ibnu Hibban, Hakim).
- Makmum tidak bersamaan dengan imam dalam gerakan shalat, hendaknya menunggu imam sempurna gerakannya. (Bukhari, Muslim).
- Jangan membatalkan shalat tanpa udzur. (Jama’ah, kecuali Tirmidzi).
Artinya: “Keselamatan dan rahmat Allah semoga terlimpah ke atasmu.” (Tirmidzi). * Bagi imam, salam hendaknya diucapkan dengan keras, seraya menoleh ke kanan dan ke kiri sehingga terdengar oleh makmum.
- Wajib khusyu’ di dalam shalat. Dan Allah menyediakan neraka ‘Wail’ bagi orang-orang yang tidak khusyu’ dalam shalatnya. (Alquran).
- Lima hal yang membuat kita khusyu’ :
1) Yakin kepada Allah bahwa shalat menyelesaikan segala masalah.
2) Mengikuti cara shalat Nabi saw.
3) Mengetahui nilai dan keuntungan shalat.
4) Menjaga tawajuh/ konsentrasi di dalam empat rukun, yaitu: ketika berdiri atau qiyam, ketika ruku’, ketika sujud, ketika duduk. Sebaiknya masa-masa tersebut diperlama dan sekurang-kurangnya tiga kali merasa bahwa Allah melihat kita.
5) Ikhlas lillahi Ta’ala. Jangan sampai timbul riya di dalam hati ataupun ingin dilihat orang lain. (Maulana Yusuf rah. a).
- Disunnahkan melaksanakan shalat dengan menggunakan sutrah (pembatas di depan). (Bukhari, Muslim, Abu Dawud).
- Jangan shalat menghadap kuburan. (Muslim).
- Jangan bertempat khusus di masjid, kecuali imam. (Ahmad, Ibnu Hibban, Hakim).
- Makmum tidak bersamaan dengan imam dalam gerakan shalat, hendaknya menunggu imam sempurna gerakannya. (Bukhari, Muslim).
- Jangan membatalkan shalat tanpa udzur. (Jama’ah, kecuali Tirmidzi).
Yang Dibolehkan Dalam Shalat
a. Menangis terharu atas bacaan Alquran.
(Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i).
b. Membunuh ular dan kalajengking. (Ahmad,
Ashhabus sunan).
c. Menggendong anak, jika sangat sulit
ditinggalkan. (Ahmad, Nasa’i).
d. Bergerak sedikit, apabila sangat terpaksa.
(Bukhari, Ahmad, Baihaqi).
e. Bertasbih dan bertepuk tangan mengingatkan
imam ketika lupa. Meneruskan bacaan ayat Alquran untuk mengingatkan imam,
apabila imam terlupa atau salah. (Abu Dawud).
Hal-hal Yang Membatalkan Shalat
a. Berbicara sengaja, selain tasbih, takbir
dan baca Alquran. (Muslim)
b. Perbuatan yang banyak, apabila perbuatan
itu banyak dan berturut-turut.
c. Terkena najis pada pakaian atau badan,
kecuali karena tertiup angin atau semisalnya dan bisa di buang seketika, maka
shalat tidak batal.
d. Sebagian aurat terbuka dengan sengaja.
Jika tidak sengaja, tidak batal shalatnya asal segera ditutup
seketika.
e. Makan dan minum, para fuqaha membuat
ukuran makanan yang banyak adalah seukuran kacang kedelai. Sisa-sisa makanan di
sela-sela gigi yang tidak sebesar ukuran ini, lalu tertelan ludah tanpa sengaja,
maka hal itu tidak membatalkan shalat.
f. Hadats sebelum salam yang pertama, karena
salah satu syarat sah shalat adalah suci dari hadats sebelum semua rukun shalat
disempurnakan.
g. Berdehem, tertawa, menangis, dan merintih
sampai mengeluarkan dua suku kata, sekalipun tidak dipahami artinya. Tersenyum
tidak membatalkan shalat, tetapi dzikir dan doa untuk berbicara kepada orang
lain membatalkan shalat.
h. Berubah niat, apabila ada niat keluar dari
shalat, maka shalat menjadi batal.
i. Membelakangi kiblat.
Yang Dibenci Dalam Shalat:
a. Membunyikan sendi tangan ketika shalat.
(Ibnu Majah),
b. Menutupi mulut dalam shalat. (Ibnu
Majah),
c. Shalat di depan makanan. (Muslim), Menahan
kentut atau buang air. (Muslim),
d. Memandang ke atas atau ke langit.
(Bukhari),
e. Menguap, karena syetan akan masuk jika
menguap terbuka. (Thabrani, Ibnu Majah),
f. Mengantuk (Jamaah),
g. Menoleh atau melihat sesuatu yang
melalaikan shalat, seperti; gambar-gambar di dinding, dan sebagainya. (Bukhari,
Muslim).
Wallahu'alam bishowab
Wallahu'alam bishowab
bagus banget kak..dan sanga membantu aku dalam mengerjakan tugas fiqih kak mohon izin untuk copas ya
BalasHapusterima kasih sebelumnya