11/08/12

Mencari Malam Lailatul Qadar

Lailatul Qodar merupakan satu malam yang mempunyai kelebihan lebih dari seribu bulan yang lain. Ini dapat kita lihat daripada apa yang telah dinukilkan oleh Allah Subhaanahu wa ta’ala di dalam al-Quran dalam surah al-Qadar. Begitu juga dengan apa yang telah diberitahukan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam beberapa hadis yang sohih. Kita disuruh untuk menghidupkan malam lailatul qadar dan tidak membiarkannya berlalu begitu saja. Berikut adalah panduan untuk mengenal keutamaan, kapan waktunya, tanda-tanda, serta ciri-ciri malam Lailatul Qodar tersebut.
———————————————–
Lailatul Qadar
Keutamaannya sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al Quran Al Karim yang membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan dan mengangkatnya ke derajat yang mulia dan abadi. Ummat Islam yang mengikuti sunnah Rasulnya tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak pula menancapkan anak-anak panah untuk memperingati malam ini (malam Lailatul Qodar/Nuzul Qur’an, red), akan tetapi mereka bangun di malam harinya dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah.
Inilah wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Qur’aniyah dan hadits-hadits Nabawiyyah yang shahih yang menjelaskan tentang malam tersebut.
1. Keutamaan Malam Lailatul Qadar
Cukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah berfirman (yang artinya),
[1] Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. [2]Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? [3] Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. [4] Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. [5] Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. [QS Al Qadar: 1 - 5]
Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan nan penuh hikmah,
[3]Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. [4] Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, [5] (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul, [6] sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS Ad Dukhoon: 3 - 6]
2. Waktunya
Diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa malam tersebut terjadi pada malam tanggal 21, 23, 25, 27, 29 dan akhir malam bulan Ramadhan. (Pendapat-pendapat yang ada dalam masalah ini berbeda-beda, Imam Al Iraqi telah mengarang satu risalah khusus diberi judul Syarh Shadr bidzkri Lailatul Qadar, membawakan perkatan para ulama dalam masalah ini, lihatlah).
Imam Syafi’i berkata, “Menurut pemahamanku, wallahu a’lam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada beliau, “Apakah kami mencarinya di malam hari?”, beliau menjawab, “Carilah di malam tersebut.”. (Sebagaimana dinukil al Baghawi dalam Syarhus Sunnah 6/388).
Pendapat yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadr itu pada malam terakhir bulan Ramadhan, berdasarkan hadits ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, dia berkata:Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda, (yang artinya) “Carilah malam Lailatur Qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR Bukhari 4/255 dan Muslim 1169)
Jika seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir, karena riwayat Ibnu Umar (dia berkata): Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya.” (HR Bukhari 4/221 dan Muslim 1165).
Ini menafsirkan sabdanya (yang artinya), “Aku melihat mimpi kalian telah terjadi, maka barangsiapa ingin mencarinya, carilah pada tujuh hari yang terakhir.” (Lihat maraji’ diatas).
Telah diketahui dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para sahabat. Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada malam Lailatul Qadar, ada dua orang sahabat berdebat, beliau bersabda, “Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Laitul Qadar, tetapi fulan dan fulan (dua orang) berdebat hingga diangkat tidak bisa lagi diketahui kapan lailatul qadar terjadi), semoga ini lebih baik bagi kalian, maka carilah pada malam 29, 27, 25 (dan dalam riwayat lain: tujuh, sembilan, lima).” (HR Bukhari 4/232).
Telah banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir, yang lainnya menegaskan di malam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yang pertama sifatnya umum, sedang hadits kedua adalah khusus, maka riwayat yang khusus lebih diutamakan daripada yang umum, dan telah banyak hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah, tidak ada masalah. Maka dengan ini, cocoklah hadits-hadits tersebut, tidak saling bertentangan, bahkan bersatu tidak terpisahkan.
Kesimpulannya, jika seseorang muslim mencari malam Lailatul Qadar, carilah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir, 21, 23, 25, 27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampu mencari ppada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25, 27 dan 29. Wallahu a’lam.
Paling benarnya pendapat lailatul qadr adalah pada tanggal ganjil 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan, yang menunjukkan hal ini adalah hadits Aisyah, ia berkata: Adalah Rasulullah beri’tikaf pada 10 terakhir pada bulan Ramadhan dan berkata, “Selidikilah malam lailatul qadr pada tanggal ganjil 10 terakhir bulan Ramadhan.”
3. Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar
Sesungguhnya malam yang diberkahi ini, barangsiapa yang diharamkan untuk mendapatkannya, maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan (baginya). Dan tidaklah diharamkan kebaikan itu, melainkan (bagi) orang yang diharamkan (untuk mendapatkannya). Oleh karena itu, dianjurkan bagi muslimin (agar) bersemangat dalam berbuat ketaatan kepada Allah untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahalaNya yang besar, jika (telah) berbuat demikian (maka) akan diampuni Allah dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari 4/217 dan Muslim 759).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Barangsiapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari 4/217 dan Muslim 759)
Disunnahkan untuk memperbanyak do’a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari sayyidah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, (dia) berkata, “Aku bertanya, Ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan?” Beliau menjawab, “Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii. Ya Allah, Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku.” (HR Tirmidzi (3760), Ibnu Majah (3850), dari Aisyah, sanadnya shahih. Lihat syarahnya Bughyatul Insan fi Wadhaifi Ramadhan, halaman 55-57, karya ibnu Rajab al Hanbali).
Saudaraku -semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaatiNya – engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar (dan keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan sholat) pada sepuluh malam hari terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkan kepada istrimu dan keluargamu untuk itu dan perbanyaklah amalan ketaatan.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan kainnya (menjauhi wanita yaitu istri-istrinya karena ibadah, menyingsingkan badan untuk mencari Lailatul Qadar), menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR Bukhari 4/233 dan Muslim 1174).
Juga dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, (dia berkata), “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir), yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya.”(HR Muslim 1174).
4. Tanda-tandanya
Ketahuilah hamba yang taat -mudah-mudahan Allah menguatkanmu dengan ruh dariNya dan membantu dengan pertolonganNya- sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan paginya malam Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahuinya.
Dari Ubay radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tanpa sinar menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi.” (HR Muslim 762).
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda (yang artinya), “Siapa di antara kalian yang ingat ketika terbit bulan, seperti syiqi jafnah.” (HR Muslim 1170. Perkataannya “Syiqi Jafnah”, syiq artinya setengah, jafnah artinya bejana. Al Qadli ‘Iyadh berkata, “Dalam hadits ini ada isyarat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena bulan tidak akan seperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan.”)
Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “(Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan.” (HR Thayalisi (349), Ibnu Khuzaimah (3/231), Bazzar (1/486), sanadnya hasan).

Alangkah agungnya (kedudukan) malam tersebut dibandingkan malam yang lain, alangkah mulia kebaikannya, dan alangkah melimpahnya keberkahan di malam tersebut. Malam tersebut lebih baik daripada seribu bulan yang setara dengan 83 tahun dari umur seseorang. Waktu 83 tahun adalah waktu yang lama seandainya seorang muslim menghabiskan waktu tersebut dalam ketaatan kepada Allah ‘azza wa jalla, namun (beribadah pada) malam Al-Qadr lebih baik daripada hal tersebut, inilah (keuntungan) bagi mereka yang menggapai keutamaan dan karunia pada malam tersebut.
Mujahid rahimahullah mengatakan, “(Keutamaan) Lailatul Qadr lebih baik daripada keutamaan seribu bulan yang di dalamnya tidak terdapat Lailatul Qadr.” Perkataan serupa diucapkan oleh Qatadah, Asy Syafi’i dan selainnya.
Pada malam yang mulia ini, para malaikat akan lebih banyak turun ke dunia dikarenakan melimpahnya berkah pada malam tersebut, karena malaikat akan turun seiring turunnya berkah, yaitu keselamatan (yang ditebarkan) hingga terbitnya fajar, seluruh kebaikan terkandung dalam malam tersebut, tidak ada keburukan hingga terbitnya fajar. Pada malam ini, segala urusan yang penuh hikmah dirinci, maksudnya segala kejadian selama setahun ke depan ditentukan dengan izin Allah yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana. Penentuan takdir pada malam tersebut adalah penentuan takdir tahunan, adapun penentuan takdir secara umum yang tercantum dalam Lauhul Mahfuzh, maka hal tersebut telah tercatat sejak 50.000 tahun sebelum langit dan bumi diciptakan sebagaimana yang tertera dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sepatutnya seorang muslim bersemangat dalam menelusuri suatu malam yang memiliki kedudukan seperti ini, agar mendapatkan keberuntungan dengan pahala yang terdapat pada malam tersebut, mendulang kebaikannya, memperoleh ganjarannya, dan merengkuh berkahnya. Orang yang merugi adalah mereka yang tidak mendapatkan pahala pada malam tersebut. Barang siapa yang melewatkan momen-momen kebaikan, hari-hari tersebarnya keberkahan dan karunia, sedangkan dirinya senantiasa bergelimang dalam dosa dan kesesatan serta asyik dalam kedurhakaan, karena dirinya telah dibinasakan oleh kelalaian dan penyimpangan, kesesatan telah menghalanginya (dari pintu kebaikan), maka betapa besar kerugian dan penyesalan yang menimpanya. Seorang yang tidak bersemangat dalam mencari keuntungan pada malam yang mulia ini, kapankah dirinya akan bersemangat lagi? Seorang yang tidak bertaubat kepada Allah pada malam yang mulia ini, kapankah dia akan bertaubat? Dan seorang yang senantiasa malas dalam melakukan kebaikan di malam ini, maka kapan lagi dirinya akan beramal?
Sesungguhnya bersemangat dalam mencari malam yang penuh berkah ini, serta beribadah dan berdoa di dalamnya merupakan ciri orang pilihan dan mereka yang berbakti kepada Allah. Bahkan dalam malam tersebut mereka berdoa dengan penuh kesungguhan kepada Allah Dia memberikan ampunan dan perlindungan bagi mereka, karena segala sesuatu yang akan terjadi pada diri seseorang selama setahun ke depan ditetapkan pada malam tersebut. Di malam inilah mereka berdoa dan memohon kepada Allah, dan mereka bersungguh-sungguh (dalam berbuat kebajikan) selama setahun ke depan penuh, hanya kepada Allah semata mereka memohon pertolongan dan taufik.
Tirmidzi, Ibnu Majah dan selainnya meriwayatkan dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radliallahu ‘anha, beliau berkata,
قلت يا رسول الله أرأيت إن علمت أي ليلة ليلة القدر ما أقول فيها ؟ قال قولي اللهم إنك عفو كريم تحب العفو فاعف عني
Aku berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apabila aku mengetahui waktu malam Al Qadr, apakah yang mesti aku ucapkan pada saat itu?” Beliau menjawab, “Katakanlah, Allahumma innaka ‘afuwwun, tuhibbul ‘afwa, fa’fu’anni (Yaa Allah sesungguhnya engkau Maha pemberi ampunan, suka memberi pengampunan, maka ampunilah diriku ini).” (HR. Tirmidzi)

Doa yang penuh berkah ini memiliki kandungan makna yang agung, indikasi yang mendalam, manfaat dan pengaruh yang besar serta sangat selaras dengan malam yang mulia ini. (Bagaimana tidak?) Bukankah pada malam tersebut akan di rinci segala urusan yang penuh hikmah, yaitu segala amalan para hamba ditentukan untuk setahun yang akan datang hingga malam Al Qadr berikutnya. Maka barang siapa yang diberi rezeki pada malam itu berupa perlindungan dan pengampunan dari Rabb-nya pada malam tersebut, maka sungguh dirinya telah beruntung dan mendapatkan laba yang teramat besar. Barang siapa yang diberikan perlindungan di dunia dan akhirat, sungguh dirinya telah memperoleh seluruh kebaikan, karena tidak ada yang setara dengan perlindungan dari Allah.

Wallahu'alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar