Lailatul
Qodar merupakan satu malam yang mempunyai kelebihan lebih dari seribu
bulan yang lain. Ini dapat kita lihat daripada apa yang telah dinukilkan
oleh Allah Subhaanahu wa ta’ala di dalam al-Quran dalam surah al-Qadar.
Begitu juga dengan apa yang telah diberitahukan oleh Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam beberapa hadis yang sohih. Kita
disuruh untuk menghidupkan malam lailatul qadar dan tidak membiarkannya
berlalu begitu saja. Berikut adalah panduan untuk mengenal keutamaan,
kapan waktunya, tanda-tanda, serta ciri-ciri malam Lailatul Qodar
tersebut.
———————————————–
Lailatul Qadar
Keutamaannya
sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al Quran Al Karim
yang membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan
dan mengangkatnya ke derajat yang mulia dan abadi. Ummat Islam yang
mengikuti sunnah Rasulnya tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak
pula menancapkan anak-anak panah untuk memperingati malam ini (malam
Lailatul Qodar/Nuzul Qur’an, red), akan tetapi mereka bangun di malam
harinya dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah.
Inilah wahai
saudaraku muslim, ayat-ayat Qur’aniyah dan hadits-hadits Nabawiyyah yang
shahih yang menjelaskan tentang malam tersebut.
1. Keutamaan Malam Lailatul Qadar
Cukuplah untuk
mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui
bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah berfirman (yang
artinya),
[1] Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. [2]Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? [3] Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. [4] Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. [5] Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. [QS Al Qadar: 1 - 5]
Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan nan penuh hikmah,
[3]Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. [4] Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, [5] (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul, [6] sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS Ad Dukhoon: 3 - 6]
2. Waktunya
Diriwayatkan dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa malam tersebut terjadi pada
malam tanggal 21, 23, 25, 27, 29 dan akhir malam bulan Ramadhan.
(Pendapat-pendapat yang ada dalam masalah ini berbeda-beda, Imam Al
Iraqi telah mengarang satu risalah khusus diberi judul Syarh Shadr
bidzkri Lailatul Qadar, membawakan perkatan para ulama dalam masalah
ini, lihatlah).
Imam Syafi’i
berkata, “Menurut pemahamanku, wallahu a’lam, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada
beliau, “Apakah kami mencarinya di malam hari?”, beliau menjawab,
“Carilah di malam tersebut.”. (Sebagaimana dinukil al Baghawi dalam
Syarhus Sunnah 6/388).
Pendapat yang
paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadr itu pada malam terakhir
bulan Ramadhan, berdasarkan hadits ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, dia
berkata:Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda, (yang artinya)
“Carilah malam Lailatur Qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan.” (HR Bukhari 4/255 dan Muslim 1169)
Jika seseorang
merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh hari
terakhir, karena riwayat Ibnu Umar (dia berkata): Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya.” (HR Bukhari 4/221 dan Muslim 1165).
Ini menafsirkan sabdanya (yang artinya), “Aku melihat mimpi kalian telah terjadi, maka barangsiapa ingin mencarinya, carilah pada tujuh hari yang terakhir.” (Lihat maraji’ diatas).
Telah diketahui
dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para sahabat. Dari
Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam keluar pada malam Lailatul Qadar, ada dua orang
sahabat berdebat, beliau bersabda, “Aku keluar untuk mengkhabarkan
kepada kalian tentang malam Laitul Qadar, tetapi fulan dan fulan (dua
orang) berdebat hingga diangkat tidak bisa lagi diketahui kapan lailatul
qadar terjadi), semoga ini lebih baik bagi kalian, maka carilah pada
malam 29, 27, 25 (dan dalam riwayat lain: tujuh, sembilan, lima).” (HR Bukhari 4/232).
Telah banyak
hadits yang mengisyaratkan bahwa malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh
hari terakhir, yang lainnya menegaskan di malam ganjil sepuluh hari
terakhir. Hadits yang pertama sifatnya umum, sedang hadits kedua adalah
khusus, maka riwayat yang khusus lebih diutamakan daripada yang umum,
dan telah banyak hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul
Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi ini
dibatasi kalau tidak mampu dan lemah, tidak ada masalah. Maka dengan
ini, cocoklah hadits-hadits tersebut, tidak saling bertentangan, bahkan
bersatu tidak terpisahkan.
Kesimpulannya,
jika seseorang muslim mencari malam Lailatul Qadar, carilah pada malam
ganjil sepuluh hari terakhir, 21, 23, 25, 27 dan 29. Kalau lemah dan
tidak mampu mencari ppada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam
ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25, 27 dan 29. Wallahu a’lam.
Paling benarnya
pendapat lailatul qadr adalah pada tanggal ganjil 10 hari terakhir pada
bulan Ramadhan, yang menunjukkan hal ini adalah hadits Aisyah, ia
berkata: Adalah Rasulullah beri’tikaf pada 10 terakhir pada bulan
Ramadhan dan berkata, “Selidikilah malam lailatul qadr pada tanggal
ganjil 10 terakhir bulan Ramadhan.”
3. Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar
Sesungguhnya malam
yang diberkahi ini, barangsiapa yang diharamkan untuk mendapatkannya,
maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan (baginya). Dan tidaklah
diharamkan kebaikan itu, melainkan (bagi) orang yang diharamkan (untuk
mendapatkannya). Oleh karena itu, dianjurkan bagi muslimin (agar)
bersemangat dalam berbuat ketaatan kepada Allah untuk menghidupkan malam
Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahalaNya yang
besar, jika (telah) berbuat demikian (maka) akan diampuni Allah
dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari 4/217 dan Muslim 759).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Barangsiapa
berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan
mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu.” (HR Bukhari 4/217 dan Muslim 759)
Disunnahkan untuk
memperbanyak do’a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari sayyidah
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, (dia) berkata, “Aku bertanya, Ya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam
Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan?” Beliau menjawab,
“Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii. Ya Allah, Engkau
Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah
aku.” (HR Tirmidzi (3760), Ibnu Majah (3850), dari Aisyah, sanadnya
shahih. Lihat syarahnya Bughyatul Insan fi Wadhaifi Ramadhan, halaman
55-57, karya ibnu Rajab al Hanbali).
Saudaraku -semoga
Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaatiNya –
engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar (dan
keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan sholat) pada sepuluh
malam hari terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita,
perintahkan kepada istrimu dan keluargamu untuk itu dan perbanyaklah
amalan ketaatan.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Adalah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila masuk pada sepuluh
hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan kainnya (menjauhi
wanita yaitu istri-istrinya karena ibadah, menyingsingkan badan untuk
mencari Lailatul Qadar), menghidupkan malamnya dan membangunkan
keluarganya.” (HR Bukhari 4/233 dan Muslim 1174).
Juga dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, (dia berkata), “Adalah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh (beribadah
apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir), yang tidak pernah
beliau lakukan pada malam-malam lainnya.”(HR Muslim 1174).
4. Tanda-tandanya
Ketahuilah hamba
yang taat -mudah-mudahan Allah menguatkanmu dengan ruh dariNya dan
membantu dengan pertolonganNya- sesungguhnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menggambarkan paginya malam Lailatul Qadar agar
seorang muslim mengetahuinya.
Dari Ubay radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tanpa sinar menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi.” (HR Muslim 762).
Dari Abu Hurairah,
ia berkata: Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda (yang artinya), “Siapa di antara kalian yang ingat ketika terbit bulan, seperti syiqi jafnah.”
(HR Muslim 1170. Perkataannya “Syiqi Jafnah”, syiq artinya setengah,
jafnah artinya bejana. Al Qadli ‘Iyadh berkata, “Dalam hadits ini ada
isyarat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena
bulan tidak akan seperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir
bulan.”)
Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “(Malam)
Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak
juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah
kemerah-merahan.” (HR Thayalisi (349), Ibnu Khuzaimah (3/231), Bazzar (1/486), sanadnya hasan).
Alangkah agungnya (kedudukan) malam tersebut dibandingkan malam yang
lain, alangkah mulia kebaikannya, dan alangkah melimpahnya keberkahan
di malam tersebut. Malam tersebut lebih baik daripada seribu bulan yang
setara dengan 83 tahun dari umur seseorang. Waktu 83 tahun adalah
waktu yang lama seandainya seorang muslim menghabiskan waktu tersebut
dalam ketaatan kepada Allah ‘azza wa jalla, namun (beribadah pada)
malam Al-Qadr lebih baik daripada hal tersebut, inilah (keuntungan)
bagi mereka yang menggapai keutamaan dan karunia pada malam tersebut.
Mujahid rahimahullah mengatakan, “(Keutamaan) Lailatul Qadr lebih baik daripada keutamaan seribu bulan yang di dalamnya tidak terdapat Lailatul Qadr.” Perkataan serupa diucapkan oleh Qatadah, Asy Syafi’i dan selainnya.
Pada malam yang mulia ini, para malaikat akan lebih banyak turun ke
dunia dikarenakan melimpahnya berkah pada malam tersebut, karena
malaikat akan turun seiring turunnya berkah, yaitu keselamatan (yang
ditebarkan) hingga terbitnya fajar, seluruh kebaikan terkandung dalam
malam tersebut, tidak ada keburukan hingga terbitnya fajar. Pada malam
ini, segala urusan yang penuh hikmah dirinci, maksudnya segala kejadian
selama setahun ke depan ditentukan dengan izin Allah yang Maha Kuasa
dan Maha Bijaksana. Penentuan takdir pada malam tersebut adalah
penentuan takdir tahunan, adapun penentuan takdir secara umum yang
tercantum dalam Lauhul Mahfuzh, maka hal tersebut telah tercatat sejak
50.000 tahun sebelum langit dan bumi diciptakan sebagaimana yang
tertera dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sepatutnya seorang muslim bersemangat dalam menelusuri suatu malam
yang memiliki kedudukan seperti ini, agar mendapatkan keberuntungan
dengan pahala yang terdapat pada malam tersebut, mendulang kebaikannya,
memperoleh ganjarannya, dan merengkuh berkahnya. Orang yang merugi
adalah mereka yang tidak mendapatkan pahala pada malam tersebut. Barang
siapa yang melewatkan momen-momen kebaikan, hari-hari tersebarnya
keberkahan dan karunia, sedangkan dirinya senantiasa bergelimang dalam
dosa dan kesesatan serta asyik dalam kedurhakaan, karena dirinya telah
dibinasakan oleh kelalaian dan penyimpangan, kesesatan telah
menghalanginya (dari pintu kebaikan), maka betapa besar kerugian dan
penyesalan yang menimpanya. Seorang yang tidak bersemangat dalam mencari
keuntungan pada malam yang mulia ini, kapankah dirinya akan
bersemangat lagi? Seorang yang tidak bertaubat kepada Allah pada malam
yang mulia ini, kapankah dia akan bertaubat? Dan seorang yang
senantiasa malas dalam melakukan kebaikan di malam ini, maka kapan lagi
dirinya akan beramal?
Sesungguhnya bersemangat dalam mencari malam yang penuh berkah ini,
serta beribadah dan berdoa di dalamnya merupakan ciri orang pilihan dan
mereka yang berbakti kepada Allah. Bahkan dalam malam tersebut mereka
berdoa dengan penuh kesungguhan kepada Allah Dia memberikan ampunan dan
perlindungan bagi mereka, karena segala sesuatu yang akan terjadi pada
diri seseorang selama setahun ke depan ditetapkan pada malam tersebut.
Di malam inilah mereka berdoa dan memohon kepada Allah, dan mereka
bersungguh-sungguh (dalam berbuat kebajikan) selama setahun ke depan
penuh, hanya kepada Allah semata mereka memohon pertolongan dan taufik.
Tirmidzi, Ibnu Majah dan selainnya meriwayatkan dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radliallahu ‘anha, beliau berkata,
قلت يا رسول الله أرأيت إن علمت أي ليلة ليلة القدر ما أقول فيها ؟ قال قولي اللهم إنك عفو كريم تحب العفو فاعف عني
Aku berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apabila aku
mengetahui waktu malam Al Qadr, apakah yang mesti aku ucapkan pada saat
itu?” Beliau menjawab, “Katakanlah, Allahumma innaka ‘afuwwun, tuhibbul
‘afwa, fa’fu’anni (Yaa Allah sesungguhnya engkau Maha pemberi ampunan,
suka memberi pengampunan, maka ampunilah diriku ini).” (HR. Tirmidzi)
Doa yang penuh berkah ini memiliki kandungan makna yang agung,
indikasi yang mendalam, manfaat dan pengaruh yang besar serta sangat
selaras dengan malam yang mulia ini. (Bagaimana tidak?) Bukankah pada
malam tersebut akan di rinci segala urusan yang penuh hikmah, yaitu
segala amalan para hamba ditentukan untuk setahun yang akan datang
hingga malam Al Qadr berikutnya. Maka barang siapa yang diberi rezeki
pada malam itu berupa perlindungan dan pengampunan dari Rabb-nya pada
malam tersebut, maka sungguh dirinya telah beruntung dan mendapatkan
laba yang teramat besar. Barang siapa yang diberikan perlindungan di
dunia dan akhirat, sungguh dirinya telah memperoleh seluruh kebaikan,
karena tidak ada yang setara dengan perlindungan dari Allah.
Wallahu'alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar