Wahai anakku,
Tidaklah berakal orang yang tidak mempunyai kesucian,
Tidak ada kehormatan bagi orang yang tidak berkata benar,
Tidak dapat dipercaya, orang yang tidak dapat menyimpan rahasia,
Tidak berilmu orang yang tidak mempunyai gairah,
Tidak berharta orang yang tidak mempunyai belas kasih,
Tidak ada kekayaan yang lebih bermanfaat daripada ilmu pengetahuan,
Tidak ada harta benda yang lebih menguntungkan kecuali hikmah,
Tidak ada keturunan yang lebih luhur kecuali adab sopan-santun,
Tidak ada kemuliaan yang lebih tinggi daripada taqwa,
Tidak ada teman yang lebih indah daripada akal,
Tidak ada hal yang gaib yang lebih dekat daripada mati,
Tidak ada seuatu yang lebih bermanfaat daripada berkata benar,
Tidak ada bangkai yang lebih busuk daripada barang haram,
Tidak ada ibadah yang lebih utama daripada diam,
Tidak ada kejelekan yang lebih jelek daripada berdusta,
Tidak ada cobaan yang menimpa seseorang yang lebih berbahaya daripada takabur,
Tidak ada kesedihan yang lebih membingungkan daripada penyakit dengki,
Tidak ada cacat yang lebih buruk daripada sifat kikir, dan
Tidak ada kehinaan yang lebih hina daripada kerakusan.
Wahai anakku,
barang siapa yang mau melihat cacat dirinya sendiri, niscaya ia terhindar dari melihat cacat orang lain,
barang siapa yang menyembunyikan kesalahannya sendiri, niscaya ia membesar-besarkan kesalahan orang lain,
barang siapa merasa cukup dengan rezeki Allah, niscaya tidak mengharap-harap rejeki yang terdapat ditangan orang lain,
barang siapa menghunus pedang demi melakukan kejahatan niscaya ia terbunuh dengannya,
barang siapa menggali lubang dengan maksud jahat untuk orang lain, niscaya ia akan terjerumus sendiri,
barang siapa yang berusaha mencemarkan seorang muslim niscaya terbukalah rahasianya sendiri,
barang siapa menyusahkan diri terhadap beberapa urusan niscaya ia keliru,
barang siapa masuk lobang terlalu dalam, niscaya ia tenggelam,
barang siapa yang mengemban sesuatu yang diluar kemampuannya, niscaya ia menjadi lemah,
barang siapa yang ujub membanggakan dirinya sendiri, niscaya ia celaka,
barang siapa terlalu sombong terhadap orang lain, niscaya ia dihina dina,
barang siapa tidak bermusyawarah niscaya ia menyesal,
barang siapa tidak mengetes/memeriksa pada setiap urusan, niscaya ia tertipu,
barang siapa menemani para ahli ilmu, niscaya ia menjadi berilmu,
barang siapa menemani orang-orang tolol niscaya ia menyesal,
barang siapa sedikit bicara, niscaya ia tetap sejahtera,
barang siapa yang tunduk kepada keinginan syahwatnya niscaya ia terkena malu,
barang siapa mengungkapkan rahasia kepada orang lain yang tidak menjadi sahabat karibnya, berarti ia mencelakakan dirinya sendiri,
barang siapa minta dibuatkan sesuatu kepada orang yang bukan ahlinya berarti ia telah menyia-nyiakan jasa orang tersebut,
barang siapa meninggalkan kezaliman berarti ia telah mengangkat dirinya pada martabat yang luhur.
Wahai anakku, saya telah memakan makanan yang baik-baik. Tetapi tiada sesuatu yang lebih lezat dari pada kesehatan. Saya telah merasakan kepahitan, tetapi saya tidak menjumpai sesuatu yang lebih pahit dari pada kebutuhan sesorang kepada orang lain, dan Saya telah mengangat batu dan besi, tetapi tidak ada sesuatu yang lebih berat dari pada hutang dan dosa.
Pada suatu hari Lukman Hakim mengajak anaknya ke pasar dengan menuntun keledai. Di jalan mereka bertemu dengan seseorang [orang pertama], orang itu mengatakan “bodoh sekali bapak dan anak itu, bawa keledai tapi kok tidak dinaiki, malah dituntun”. Mendengar omongan ini, anaknya kemudian naik ke atas punggung keledai.
Di jalan mereka lalu bertemu dengan seseorang [orang kedua], orang itu lalu mengatakan “durhaka sekali anak itu, mosok bapaknya disuruh jalan kaki, sedangkan dia enak-enakkan naik keledai”. Mendengar ucapan orang kedua, anaknya langsung turun, dan menyuruh bapaknya [Lukman Hakim] untuk naik ke atas keledai.
Di tengah perjalanan, kembali mereka bertemu dengan seseorang [orang ketiga], sebagaimana kedua orang sebelumnya, orang ketiga ini juga mengomentari “bagaimana sih bapak ini, teganya naik keledai sendiri, sedangkan anaknya disuruh jalan”. Nggak tahan mendengar komentar ini, anaknya lalu naik ke punggung keledai. Jadilah mereka berdua naik keledai berjalan ke arah pasar.
Seperti sebelumnya, di tengah jalan mereka bertemu dengan orang keempat, orang ini lalu berkata “tega sekali bapak dan anak ini, keledai kecil begitu dinaikin berdua, dasar tidak punya perikebinatangan”. Anaknya langsung turun, kemudian berlari dan kembali lagi dengan membawa kayu dan seutas tali. Keledai itu lalu diikat dan dipikul oleh mereka berdua.
Akhirnya mereka sampai di pasar, ternyata ketika mau dijual keledainya tidak laku, karena tidak ada orang yang mau membeli keledai yang lemah. Sang anak kemudaian bertanya kepada Lukman Hakim. “Bapak kan ahli hikmah, yang sering dimintai solusi oleh masyarakat, bagaimana nih yang terjadi dengan kita sekarang?”.
Lukman Hakim lalu berkata “anakku, beginilah engkau. Selalu mengikuti apa kata orang lain, selalu ikut-ikutan [dalam konteks sekarang, apa kata internet, media, tv, film, sinetron, mode engkau ikuti], tanpa memikirkan apakah baik menurut otak, menurut akal, apakah benar menurut hati. Ikutilah sesuatu dengan ilmu yang benar, jangan ikut-ikutan.”. jadilah dirimu sendiri anakku.
Wallahu'alam bishowab
Wallahu'alam bishowab
0 comments:
Posting Komentar