UBADAH BIN SHAMIT
TOKOH YANG GIGIH MENENTANG PENYELEWENGAN
(Kisah Sahabat ke-15)
Ubadah bin Shamit termasuk salah seorang tokoh Anshar. Mengenai Kaum Anshar, Rasulullah saw. pernah bersabda:
“Sekiranya orang-orang Anshar menuruni lembah atau celah bukit pasti aku akan mendatangi lembah dan celah bukit orang-orang Anshar . . . , dan kalau bukanlah karena hijrah, tentulah aku akan menjadi salah seorang warga Anshar…!
Dan di samping ia seorang warga Kaum 
Anshar, Ubadah bin Shamit merupakan salah seorang pemimpin mereka yang 
dipilih Nabi saw. sebagai utusan yang mewakili keluarga dan kaum kerabat
 mereka.
Ubadah r.a. termasuk perutusan Anshar yang pertama datang ke Mekah untuk mengangkat bai’at kepada Rasulullah saw, untuk
 masuk Islam, yakni bai’at yang terkenal sebagai “baiatul ‘Aqabah 
pertama”. la termasuk salah seorang dari 12 orang beriman yang segera 
menyatakan keislaman dan mengangkat bai’at, serta menjabat tangannya, 
menyatakan sokongan dan kesetiaan kepada Rasulullah saw.
Dan ketika datang musim haji tahun 
berikutnya, yakni saat terjadinya “Bai’atul ‘Aqabah kedua” yang 
dilakukan oleh perutusan Anshar Anshar terdiri dari 70 orang beriman — 
pria dan wanita – maka ‘Ubadah menjadi tokoh perutusan dan wakil orang-orang Anshar itu ….
Kemudian, ketika peristiwa berturut-turut
 silih berganti, saat-saat perjuangan, kebaktian dan pengorbanan 
susul-menyusul tiada henti, maka ‘Ubadah tak pernah absen dari setiap 
peristiwa, dan tak ketinggalan dalam memberikan sahamnya ….
Semenjak ia menyatakan, Allah dan Rasul 
sebagai pilihan.. nya, maka dipikulnya segala tanggung jawab akibat 
pilihannya itu dengan sebaik-baiknya ….
Segala cinta kasih dan kethaatannya hanya
 tertumpah kepada Allah . . . . dan segala hubungan baik dengan kaum 
kerabat, dengan sekutu-sekutu maupun dengan musuh-musuhnya, hanya sesuai
 dan menuruti pola yang dibentuk oleh keimanan dan norma-norma yang 
dikehendaki oleh keimanan ini.
 Semenjak
 dulu, keluarga ‘Ubadah telah terikat dalam suatu perjanjian dengan 
orang-orang yahudi suku qainuqa’di Madinah. Ketika Rasulullah saw. 
bersama para shahabatnya hijrah ke kota ini, orang-orang yahudi 
memperlihatkan sikap damai dan persahabatan terhadapnya.
Tetapi pada hari-hari yang mengiringi 
perang Badar dan mendahului perang Uhud, orang-orang yahudi di Madinah 
mulai menampakkan belangnya. Salah satu qabilah mereka yaitu Bani 
Qainuqa’ membuat ulah untuk menimbulkan fitnah dan keributan di 
kalangan Kaum Muslimin.
Demi dilihat oleh ‘Ubadah sikap dan 
pendirian mereka ini, secepatnya ia melakukan tindakan yang setimpal 
dengan jalan membatalkan perjanjian dengan mereka, katanya:
“Saya hanya akan mengikuti pimpinan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman
Dan tidak lama antaranya turunlah ayat al-Quran memuji sikap, dan kesetiaannya ini; firman Allah swt.:
Dan barangsiapa yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman sebagai pemimpin, maka sungguh, partai atau golongan Allahlah yang beroleh kemenangan ….
(Q.S. 5 al-Maidah:56)
Ayat Quran yang mulia telah mema’lumkan 
berdirinya partai Allah. Dan partai itu ialah golongan orang-orang 
beriman yang berdiri sekeliling Rasulullah saw. Mereka membawa bendera 
kebenaran dan petunjuk, merupakan lanjutan yang penuh barkah dari 
orang-orang beriman yang telah mendahului mereka dalam gelanggang 
sejarah. Mereka sigap berdiri sekeliling Nabi-nabi dan Rasul-rasul siap 
mengemban tugas yang sama, yakni menyampaikan di masa dan di zaman 
mereka masing-masing Kalimat Allah yang Maha Hidup lagi Maha Pengatur.
Dan kali ini hizbullah atau partai Allah 
itu tidak hanya terbatas pada para shahabat Muhammad saw. belaka. Tugas 
ini akan berkelanjutan sampai generasi-generasi dan masa-masa mendatang,
 hingga bumi dan tiap penduduknya diwarisi oleh orang-orang yang iman 
kepada Allah dan Rasul-Nya serta tergabung di dalam barisan-Nya ….
Demikianlah, tokoh di mana ayat yang 
mulia sengaja diturunkan untuk menyambut baik pendiriannya serta memuji
 kesetiaan dan keimanannya, bukan hanya menjadi juru bicara tokoh-tokoh 
Anshar di Madinah semata, tetapi tampil sebagai seorang juru bicara para
 tokoh Agama yang akan meliputi seluruh pelosok dunia …. 
Sungguh, ‘Ubadah bin Shamit yang mulanya 
hanya menjadi wakil kaum keluarganya dari suku Khazraj, sekarang 
meningkat menjadi salah seorang pelopor Islam, dan salah seorang 
pemimpin Kaum Muslimin. Namanya tak ubah bagai bendera yang berkibar di 
sebagian besar penjuru bumi, bukan hanya untuk satu atau dua generasi 
belaka, tetapi akan berkepanjangan bagi setiap generasi dan seluruh masa
 yang dikehendaki Allah Ta’ala …. !
Pada suatu hari Rasulullah saw. 
menjelaskan tanggung jawab seorang amir atau wali. Didengarnya 
Rasulullah menyatakan nasib yang akan menimpa orang-orang yang 
melalaikan kewajiban di antara mereka atau memperkaya dirinya dengan 
harta . . . , maka tubuhnya gemetar dan hatinya berguncang. la bersumpah
 kepada Allah tidak akan menjadi kepada walau atas dua orang sekalipun 
….
Dan sumpahnya ini dipenuhi sebaik-baiknya dan tak pernah dilanggarnya ….
Di masa pemerintahan Amirul Mu’minin Umar
 r.a., tokoh yang bergelar al-Faruq ini pun tidak berhasil mendorongnya 
untuk menerima suatu jabatan, kecuali dalam mengajar ummat dan 
memperdalam pengetahuan mereka dalam soal Agama . . . .
Memang, inilah satu-satunya usaha yang 
lebih diutamakan ‘Ubadah dari lainnya, menjauhkan dirinya dari 
usaha-usaha lain yang ada sangkut-pautnya dengan harta benda dan 
kemewahan serta kekuasaan, begitu pun dari segala marabahaya yang 
dikhawatirkan akan merusak Agama dan karir dirinya ….
Oleh sebab itu ia berangkat ke Syria dan 
merupakan salah seorang dari tiga sekawan: ia sendiri, Mu’adz bin Jabal 
dan Abu Darda, menyebarluaskan ilmu, pengertian dan cahaya bimbingan di 
negeri itu.
‘Ubadah juga pernah berada di Palestina 
untuk beberapa waktu dalam melaksanakan tugas sucinya, sedang yang 
menjalankan pemerintahan ketika itu atas nama khalifah adalah Mu’awiyah
 ….
Sementara ‘Ubadah bermukim di Syria, 
walaupun badannya terkurung di sana, tapi pandangan matanya bebas lepas 
dan merenung jauh, nun ke sana melewati tapal betas, yaitu ke Madinah 
al-Munawwarah. Di saat itu Madinah sebagai ibu kota Islam dan tempat 
kedudukan khalifah, yakni Umar bin Khatthab, seorang tokoh yang tak ada 
duanya dan tamsil bandingan …!
Kemudian pandangannya kembali ke bawah 
pelupuk matanya, yakni ke Palestine tempat ia bermukim. Tampaklah 
olehnya Mu’awiyah bin Abi Sufyan, seorang pecinta dunia dan haws 
kekuasaan ….
Sedangkan ‘Ubadah sebagai kita ma’lumi 
termasuk rombongan perintis yang telah menjalani sebagian besar dari 
hari-hari terbaiknya, saat terpenting dan paling berkesan bersama Rasul 
mulia …Rombongan pelopor yang bergelimang dalam kancah perjuangan dan 
ditempa oleh pengurbanan. La menganut Islam karena kemauan pribadi dan 
bukan karena menjaga keselamatan diri, pendeknya yang telah menjual 
harta benda dan dirinya kepada Ilahi Rabbi ….
‘Ubadah termasuk rombongan perintis yang 
telah dididik oleh Muhammad saw, dengan tangannya sendiri, yang telah 
beroleh limpahan mental, cahaya dan kebesarannya ….
Dan seandainya di kalangan orang-orang 
yang masih hidup ada yang dapat ditonjolkan untuk percontohan luhur 
sebagai kepada pemerintahan yang dikagumi oleh ‘Ubadah dan 
dipercayainya, maka orang itu tidak lain tokoh terkemuka yang sedang 
berkuasa di Madinah, ialah Umar bin Khatthab ….
Maka sekiranya ‘Ubadah melanjutkan 
renungannya dan  membanding-bandingkan tindak-tanduk Mu’awiyah dengan 
apa yang dilakukan oleh khalifah, jurang pemisah di antara keduanya 
menganga lebar, dan sebagai akibatnya akan terjadilah bentrokan dan 
memang telah terjadi … !
Berkata ‘Ubadah bin Shamit r.a.:
“Kami telah bai’at kepada Rasulullah saw.
 tidak takut akan ancaman siapa pun dalam mentaati Allah …. !” Dan 
‘Ubadah adalah seorang yang paling teguh memenuhi bai’at. Dan jika 
demikian, maka ia tidak akan takut kepada Mu’awiyah ,dengan segala 
kekuasaannya, dan ia akan tegak mengawasi segala kesalahannya …Sungguh, 
waktu itu penduduk Palestine menyaksikan peristiwa luar biasa . . . , 
dan tersiarlah berita ke sebagian besar negeri Islam perlawanan berani 
yang dilancarkan ‘Ubadah erhadap Mu’awiyah, hingga menjadi contoh 
teladan bagi mereka….
Dan bagaimana pun juga terkenalnya 
Mu’awiyah sebagai orang yang gigih dan ulet, tetapi sikap dan pendirian 
‘Ubadah  tidak urung menyebabkannya sesak nafas. Hal itu dipandangnya 
sebagai ancaman langsung terhadap wibawa dan kekuasaannya….
Dan di pihak ‘Ubadah, dilihatnya jarak 
pemisah di antaranya dengan Mu’awiyah kian sertambah lebar, akhirnya 
berkata kepada Mu’awiyah: “Demi Allah, saya tak hendak tinggal 
sekediaman denganmu untuk selama-lamanya!” Lalu ditinggalkannya 
Palestine dan berangkat ke Madinah ….
Amirul Mu’minin Umar adalah seorang yang 
memiliki kecerdasan tinggi dan pandangan jauh. Ia selalu menginginkan 
kepala-kepala daerah tidak hanya mengandalkan kecerdasannya semata dan 
menggunakannya tanpa reserve. Maka terhadap orang seperti Mu’awiyah dan 
kawan-kawannya, tidak dibiarkan begitu saja tanpa didampingi sejumlah 
shahabat yang zuhud dan shalih, Serta penasihat yang tulus ikhlas. 
Mereka bertugas membendung keinginan-keinginan yang tidak terbatas, dan 
selalu mengingatkan mereka akan hari-hari dan masa Rasulullah saw.
Oleh sebab itu demi dilihat oleh Amirul 
Mu’minin bahwa ‘Ubadah telah berada di kota Madinah, ditanyalah: “Apa 
yang menyebabkan anda ke sini, wahai ‘Ubadah . . . ?” Dan tatkala 
diceritakan ‘Ubadah peristiwa yang terjadi antaranya dengan Mu’awiyah, 
maka kata Umar: “Kembalilah segera ke tempat anda! Amat jelek sekali 
jadinya suatu negeri yang tidak punya orang seperti anda . . .”. Lalu 
kepada Mu’awiyah dikirim pula Surat yang di antara isinya terdapat 
kalimat:
“Tak ada wewenangmu sebagai amir terhadap ‘Ubadah”.
Memang, ‘Ubadah menjadi amir bagi dirinya
 …. Dan jika Umar al-Faruq sendiri telah memberikan penghormatan kepada 
seseorang setinggi ini, tak dapat tiada tentulah dia seorang besar     
 ! Dan sungguh, ‘Ubadah adalah seorang besar, baik karena keimanan, 
maupun karena keteguhan hati dan lurus jalan hidupnya!
Dan pada tahun 34 Hijriah, wafatlah is di
 Ramla di bumi Palestine; wakil ulung di antara wakil-wakil Anshar 
khususnya dan Agama Islam pada umumnya, dengan meninggalkan teladan yang
 tinggi dalam arena kehidupan ….
Semoga Allah memberi kita kemampuan 
mencontoh amal bakti para Assabiqunal-awwalun dan dapat melaksanakannya 
dalam diri pribadi sendiri sehingga kita menjadi syuhada’a ‘alan naas.
60 Kisah Para Sahabat
BalasHapusSejarah Hidup Abdurrahman bin Auf
Rencanakan Keuanganmu Dengan Baik Jika Ingin Travelling Ke Eropa
Kuliner Lezat Khas Lombok
Pantai Ujung Negoro, Pantai Cantik Nan Tersembunyi Di Batang