ABU 'UBAIDAH IBNUL JARRAH
ORANG KEPERCAYAAN UMMAT
(Kisah Sahabat ke-17)
Siapakah kiranya orang yang dipegang oleh Rasulullah saw. dengan tangan kanannya sambil bersabda mengenai pribadinya:
“Sesungguhnya setiap ummat mempunyai 
orang kepercayaan, dan sesungguhnya kepercayaan ummat ini adalah Abu 
‘Ubaidah ibnul Jarrah … ! 
Siapakah orang yang dikirim oleh Nabi ke 
medan tempur ‘Dzatus Salasil sebagai bantuan bagi Amar bin ‘Ash, dan 
diangkatnya sebagai panglima dari suatu pasukan yang di dalamnya terdapat Abu Bakar dan Umar … ?
Siapakah shahabat yang mula pertama disebut sebagai amirul mara atau panglima besar ini … ?
Dan siapakah orang yang tinggi 
perawakannya tetapi kurus tubuhnya, tipis jenggotnya, berwibawa 
wajahnya, dan ompong kena panah dua gigi mukanya … ?
Yah, siapakah kiranya orang kuat lagi 
terpercaya, sehingga umar bin Khatthab ketika hendak menghembuskan 
nafasnya ang terakhir pernah berkata mengenai pribadinya:
“Seandainya Abu ‘Ubadah ibnul Jarrah 
masih hidup, tentulah ia di antara orang-orang yang akan saya angkat 
sebagai penggantiku. Dan jika Tuhanku menanyakan hal itu tentulah akan 
saya jawab: ‘Saya angkat kepercayaan Allah dan kepercayaan Rasul-Nya …. “.
Ia adalah Abu ‘Ubaidah, Amir bin Abdillah ibnul Jarrah
Ia masuk Islam melalui Abu Bakar Shiddiq 
di awal mula kerasulan, yakni sebelum Rasulullah saw. mengambil rumah 
Arqam sebagai tempat da’wah. Ia ikut hijrah ke Habsyi pada kali yang 
kedua. Ia kembali pulang dengan tujuan agar dapat mendampingi Rasulullah
 saw. di perang Badar, perang Uhud dan pertempuran-pertempuran lainnya. 
Lalu sepeninggal Rasulullah, dilanjutkannya gaya hidupnya sebagai 
seorang kuat yang dipercaya mendampingi Abu Bakar dan ,kemudian
 Umar dalam pemerintahan masing-masing dengan mengesampingkan dunia 
kemewahan dalam menghadapi tanggung jawab keagamaan, baik dalam zuhud 
dan ketaqwaan, amanah dan keteguhan ….
Ketika Abu ‘Ubaidah bai’at atau sumpah 
setia kepada Rasulullah saw. akan membaktikan hidupnya di jalan Allah, 
ia menyadari sepenuhnya ma’na kata-kata yang tiga ini: berjuang di jalan Allah, dan telah memiliki persiapan sempurna untuk menyerahkan kepadanya apa juga yang diperlukan berupa darma bakti dan pengurbanan ….
Dan semenjak ia mengulurkan tangannya 
untuk bai’at kepada Rasulullah, ia tidak memperhatikan kepentingan 
pribadi dan masa depannya. Seluruh kehidupannya dihabiskan dalam 
mengemban amanat yang dititipkan Allah kepadanya dan dibaktikan pada 
jalan-Nya demi mencapai keridlaan-Nya. Tlada suatu pun yang dikejar 
untuk kepentingan dirinya pribadi, dan tiada satu keinginan atau 
kebencian pun yang dapat menyelewengkannya dari jalan Allah itu ….
Maka tatkala Abu ‘Ubaidah telah menepati 
janji yang dilakukan oleh para shahabat lainnya, dilihat pula oleh 
Rasulullah sikap jiwa dan tata cara kehidupannya yang menyebabkannya 
layak untuk menerima gelar mulia yang diserahkan serta dihadiahkan 
Rasulullah kepadanya, dengan sabdanya:
“Orang kepercayaan ummat ini, Abu ‘Ubaidah ibnul darrah “.
Amanat atau kepercayaan yang dipenuhi 
oleh Abu ‘Ubaidah atas segala tanggung jawabnya, merupakan sifatnya yang
 paling menonjol ….
Umpamanya waktu perang Uhud, dari gerak 
gerik dan jalan pertempuran diketahuinya, bahwa tujuan utama dari 
orang-orang musyrik itu bukanlah hendak merebut kemenangan, tetapi 
 untuk menghabisi riwayat Nabi Besar dan merenggut nyawanya. Ia berjanji kepada dirinya akan selalu dekat dengan Rasulullah di arena perjuangan itu.
Maka dengan pedangnya yang terpercaya 
seperti dirinya pula, ia maju ke muka, merambah dan mendesak tentara 
berhala ,yang hendak melampiaskan maksud jahat mereka untuk memadamkan 
Nur Ilahi . . . . Dan setiap situasi medan dan suasana pertempuran 
memaksanya terpisah jauh dari Rasulullah saw., ia tetap bertempur tanpa 
melepaskan pandangan matanya dari kedudukan Rasulullah itu yang selalu 
diikutinya dengan hati ,cemas dan jiwa gelisah . . . .
Dan jika dilihatnya ada bahaya datang 
mengancam Nabi, maka ia bagai disentakkan dari tempatnya lalu melompat 
menerkam musuh-musuh Allah dan menghalau mereka ke belakang sebelum 
mereka sempat mencelakakannya … Suatu ketika pertempuran berkecamuk 
dengan hebatnya, ia terpisah dari Nabi karena terkepung oleh tentara 
musuh. .tetapi seperti biasa kedua matanya bagai mata elang mengintai 
keadaan sekitarnya.
Dan hampir saja ia gelap mata melihat 
sebuah anak panah meluncur dari tangan seorang musyrik lalu mengenai 
Nabi. Maka terlihatlah pedangnya yang sebilah itu berkelibatan tak ubah 
bagai seratus bilah pedang menghantam musuh yang mengepungnya hingga 
mencerai-beraikan mereka, lalu ia terbang melompat mendapatkan 
Rasulullah. Didapatinya darah beliau yang suci mengalir dari mukanya, 
dan dilihatnya Rasulullah al-Amin menghapus darah dengan tangan 
kanannya, sambil bersabda:
“Bagaimana mungkin berbahagia suatu kaum yang mencemari wajah Nabi mereka, padahal ia menyerunya kepada Tuhan mereka … ?
Abu ‘Ubaidah melihat dua buah mata rantai
 baju besi penutup kepala Rasulullah menancap di kedua belah pipinya . .
 . . Abu ‘Ubaidah tak dapat menahan hatinya lagi; ia segera menggigit 
salah satu mata rantai itu dengan gigi, manisnya lalu menariknya dengan 
kuat dari pipi Rasulullah hingga tercabut keluar, tetapi bersamaan 
dengan itu tercabutlah pula sebuah gigi manis Abu ‘Ubaidah, lalu 
ditariknya pula mata rantai yang kedua dan tercabut pulalah bersamanya 
gigi manis Abu ‘Ubaidah yang kedua . . . . Dan baiklah kita serahkan 
kepada Abu Bakar Shiddiq untuk menceritakan peristiwa itu dengan 
kata-katanya sebagai berikut:
“Di waktu perang Uhud dan Rasulullah saw.
 ditimpa anak panah hingga dua buah rantai ketopong masuk ke kedua belah
 pipinya bagian atas, saya segera berlari mendapatkan Rasulullah saw. 
Kiranya ada seorang yang datang bagaikan terbang dari jurusan Timur, 
maka kataku: Ya Allah moga-moga itu merupakan pertolongan! Dan tatkala 
kami sampai kepada Rasulullah, kiranya orang itu adalah Abu ‘Ubaidah 
yang telah mendahuluiku ke sana, serta katanya: ‘Atas nama Allah, saya 
minta kepada anda wahai Abu Bakar, agar saya dibiarkan mencabutnya dari 
pipi Rasulullah saw……………………………………………………….  Saya pun membiarkannya, maka 
dengan gigi mukanya Abu ‘Ubaidah mencabut salah satu mata rantai baju 
besi penutup kepala beliau hingga ia terjatuh ke tanah, dan bersamaan 
dengan itu jatuhlah pula sebuah gigi manis Abu ‘Ubaidah. Kemudian 
ditariknya pula mata rantai yang kedua dengan giginya yang lain hingga 
sama tercabut, menyebabkan Abu ‘Ubaidah tampak di hadapan orang banyak 
bergigi Ompong …. !”
Di saat-saat bertambah besar dan 
meluasnya tanggung jawab para shahabat, maka amanah dan kejujuran Abu 
‘Ubaidah mengkatlah pula. Tatkala ia dikirim oleh Nabi saw. Dalam 
expedisi “Daun Khabath” memimpin lebih dari tiga ratus orang prajurit 
sedang perbekalan mereka tidak lebih dari sebakul kurma, sementara tugas
 sulit. dan jarak yang akan ditempuh jauh pula, Abu ‘Ubaidah menerima perintah itu dengan taat dan hati gembira.
Bersama anak buahnya pergilah ia ke 
tempat yang dituju, dan perbekalan setiap prajurit setiap harinya hanya 
segenggam kurma, dan setelah hampir habis maka bagian asing-masing 
hanyalah sebuah kurma untuk sehari. Dan tatkala habis sama sekali, 
mereka mulai mencari daun kayu yang disebut abath, lalu 
mereka tumbuk hingga halus seperti tepung dengan menggunakan alat 
senjata. Di samping daun-daun itu dijadikan makanan, dapat pula mereka 
gunakan sebagai wadah untuk minum. Itulah sebabnya ekspedisi ini disebut
 ekspedisi “Daun khabath”.
Mereka terus maju tanpa menghiraukan 
lapar dan dahaga, tak ada tujuan mereka kecuali menyelesaikan tugas 
mulia berama panglima mereka yang kuat lagi terpercaya, yakni tugas yang
 dititahkan oleh Rasulullah saw. kepada mereka Rasulullah saw. amat 
sayang kepada Abu ‘Ubaidah sebagai orang kepercayaan ummat, dan beliau 
sangat terkesan kepadaya. Tatkala datang perutusan Najran dari Yaman 
menyatakan keislaman mereka dan meminta kepada Nabi agar dikirim bersama
 mereka seorang guru untuk mengajarkan al-Quran dan Sunnah serta 
seluk-beluk Agama Islarn, maka ujar beliau:
“Baiklah akan saya kirim bersama 
tuan-tuan seorang yang terpercaya, benar-benar terpercaya . . . , 
benar-benar terpercaya. . . , benar-benar terpercaya 
Para shahabat mendengar pujian yang 
keluar dari mulut sulullah saw. ini, dan masing masing berharap agar 
pilihan jatuh kepada dirinya, hingga beruntung beroleh pengakuan dan 
kesaksian yang tak dapat diragukan  lagi kebenarannya …
Umar bin Khatthab menceritakan peristiwa itu sebagai berikut:
“Aku tak pernah berangan-angan menjadi 
amir, tetapi ketika itu aku tertarik oleh ucapan beliau dan mengharapkan
 yang dimaksud beliau itu adalah aku.
Aku cepat-cepat berangkat untuk shalat 
dhuhur. Dan tatkala Rasulullah selesai mengimami kami shalat dhuhur 
beliau memberi salam, lalu menoleh ke sebelah kanan dan kiri. Maka saya 
pun mengulurkan badan agar kelihatan oleh beliau . . . . Tetapi ia masih
 juga melayangkan pandangannya mencari-cari, hingga akhirnya tampaldah 
Abu ‘Ubaidah, maka dipanggilnya lalu sabdanya: “Pergilah berangkat 
bersama mereka dan selesaikanlah apabila terjadi perselisihan di antara 
mereka dengan haq …
Maka Abu ‘Ubaidah pun berangkatlah bersama orang-orang itu…. ” .
Dengan peristiwa ini tentu saja tidak 
berarti bahwa Abu ‘Ubaidah merupakan satu-satunya yang mendapat 
kerpercayaan dan tugas dari Rasulullah, sedang lainnya tidak. Maksudnya 
ialah bahwa ia adalah salah seorang yang beruntung beroleh kepercayaan 
yang berharga serta tugas mulia ini. Di samping itu ia adalah salah 
seorang atau mungkin juga satu-satunya orang pada masa itu yang 
berprofesi da’i serta usahanya mengidzinkan untuk meninggalkan Madinah 
dan pergi melakukan tugas yang cocok dengan bakat dan kemampuannya ….
Dan sebagaimana di masa Rasulullah saw. 
Abu Ubaidah menjadi seorang kepercayaan, demikian pula setelah 
Rasulullah wafat, ia tetap sebagai orang kepercayaan, memikul semua 
tanggung jawab dengan sifat amanah. Wajarlah apabila ia menjadi suri 
teladan bagi seluruh ummat manusia.
Dan di bawah panji-panji Islam ke mana 
pun ia pergi ia adalah sebagai prajurit, yang dengan keutamaan dan 
keberaniannya melebihi seorang amir atau panglima . . . , dan di saat ia
 sebagai panglima, karena keikhlasan dan kerendahan hati menyebabkannya
 tidak lebih dari seorang prajurit biasa ….
Kemudian tatkala Khalid bin Walid sedang 
memimpin tentara Islam dalam salah satu pertempuran terbesar yang 
menentukan, dan tiba-tiba Amirul Mu’minin Umar mema’lumkan titahnya 
untuk mengangkat Abu ‘Ubaidah sebagai pengganti Khalid, maka demi 
diterimanya berita itu, dari utusan Khalifah, dimintanya 
orang itu untuk merahasiakan berita tersebut kepada umum. Sementara Abu 
‘Ubaidah sendiri mendiamkannya dengan suatu niat dan tujuan baik sebagai
 lazimnya dimiliki oleh seorang zuhud, ‘arif bijaksana lagi dipercaya . .
 . , menunggu selesainya panglima Khalid itu merebut kemenangan besar ….
Dan setelah tercapai barulah ia 
mendapatkan Khalid dengan hormat dan ta’dhimnya untuk menyerahkan Surat 
dari Amirul Wminin. Ketika Khalid bertanya kepadanya: “Semoga Allah 
memberi anda rahmat, wahai Abu  ‘Ubaidah! Apa sebabnya anda fidak 
menyampaikannya kepadaku di waktu datangnya  …. ?”
Maka ujar kepercayaan ummat itu: “Saya tidak ingin mematahkan ujung
 tombak anda, dan bukan kekuasaan dunia yang kita tuju, dan bukan pula 
untuk dunia kita beramal! Kita semua bersaudara karena Allah ……………………
Demikianlah Abu ‘Ubaidah telah menjadi 
panglima besar tentara Islam, baik dalam luasnya wilayah, maupun dalam 
Perbekalan dan jumlah bilangan Tetapi bila anda melihatnya, maka sangka
 anda bahwa ia adalah salah seorang prajurit biasa serta pribadi biasa dari Kaum Muslimin!
ketika sampai kepadanya perbincangan 
orang-orang Syria tentang dirinya dan keta’juban mereka terhadap sebutan
 panglima besar, dikumpulkannyalah mereka lalu ia berdiri berpidato
Nah, cobalah anda sekalian perhatikan apa
 yang diucapkannya kepada orang-orang yang terpesona dengan kekuatan, 
ke besaran dan sifat amanahnya:
“Hai ummat manusia        I
S esungguhnya saya ini adalah seorang Muslim dari suku Quraisy ….
Dan siapa saja di antara kalian, baik ia berkulit merah atau hitam yang lebih taqwa’) daripadaku, hatiku ingin sekali berada dalam bimbingannya … !”
Semoga. Allah melanjutkan kebahagiaanmu, wahai Abu ‘Ubaidah . . . . Dan mengekalkan Agama yang telah mendidikmu, serta Rasulullah yang telah mengajarimu ….
Seorang Muslim dari suku Quraisy, tidak kurang tidak lebih ucapanmu itu ….
Agama: Islam ….
Suku: Quraisy ….
Hanya inilah keinginannya, tidak lain ….
S esungguhnya saya ini adalah seorang Muslim dari suku Quraisy ….
Dan siapa saja di antara kalian, baik ia berkulit merah atau hitam yang lebih taqwa’) daripadaku, hatiku ingin sekali berada dalam bimbingannya … !”
Semoga. Allah melanjutkan kebahagiaanmu, wahai Abu ‘Ubaidah . . . . Dan mengekalkan Agama yang telah mendidikmu, serta Rasulullah yang telah mengajarimu ….
Seorang Muslim dari suku Quraisy, tidak kurang tidak lebih ucapanmu itu ….
Agama: Islam ….
Suku: Quraisy ….
Hanya inilah keinginannya, tidak lain ….
Adapun kedudukannya sebagai panglima 
besar, dan pemimpin tentara. Islam yang paling banyak jumlahnya dan 
paling menonjol keperwiraannya serta paling besar kemenangannya …. 
Begitu pun sebagai wali negeri di wilayah Syria yang semua kehendaknya 
berlaku dan perintahnya ditaati ….
Maka semua itu dan lainnya yang serupa, 
tidak menggoyahkan ketaqwaannya sedikit pun, dan tidak dijadikan andalan
 …! 
                                                                                
  Amirul Mu’minin Umar bin Khatthab datang berkunjung ke Syria, kepada para penyambutnya ditanyakannya:
“Mana saudara saya …… ?”
“Siapa . . . ,” ujar mereka
“Abu ‘Ubaidah Ibnul Jarrah”, katanya pula.
“Siapa . . . ,” ujar mereka
“Abu ‘Ubaidah Ibnul Jarrah”, katanya pula.
Kemudian datanglah Abu ‘Ubaidah yang 
segera dipeluk oleh Amirul Mu’minin . . . . lalu mereka pergi 
bersama-sama ke rumahnya. Maka tidak satu pun perabot rumah tangga 
terdapat di rumah itu, kecuali pedang, tameng serta pelana 
kendaraan,nya ….
Sambil tersenyum Umar bertanya kepadanya:
 “Kenapa tidak kau ambil untuk dirimu sebagaimana dilakukan oleh orang 
lain         … !’ Maka jawab Abu ‘Ubaidah: “Wahai Amirul Mu’minin, ini 
telah menyebabkan hatiku lega dan sempat beristirahat …. ! “
Pada suatu hari di Madinah, tatkala 
Amirul Mu’minin Umar al-Faruq sibuk menangani urusan dunia Islam yang 
luas, disampaikan orang berita berkabung meninggalnya Abu ‘Ubaidah….
Maka terpejamlah kedua pelupuk matanya 
yang telah digenangi air. Dan air itu pun meleleh, hingga Amirul 
Mu’minin membuka matanya dengan tawakkal menyerahkan diri. 
Dimohonkannya rahmat bagi shahabatnya itu, dan bangkitlah 
kenangan-kenangan lamanya bersama almarhum r.a. yang ditampungnya dengan
 hati yang shabar diliputi duka. Kemudian diulangi kembali ucapan 
berkenaan shahabatnya itu, katanya:
“Seandainya aku bercita-cita, maka tak 
adalah harapanku selain sebuah rumah yang penuh didiami oleh tokoh-tokoh
 seperti Abu ‘Ubaidah ini  ….!”
. . Orang kepercayaan dari ummat ini 
wafat di atas bumi yang telah disucikannya dari keberhalaan Persi dan 
penindasan Romawi. Dan di sana sekarang ini, yaitu dalam pangkuan tanah 
Yordania bermukim tulang kerangka yang mulia, yang dulunya tempat 
bersemayam jiwa yang tenteram dan ruh pilihan ….
Dan walaupun makamnya sekarang ini 
dikenal orang atau tidak, sama saja halnya bagi dia atau bagi anda, 
karena seandainya anda bermaksud hendak mencapainya, anda tidak 
memerlukan petunjuk jalan, karena jasa-jasanya_yang tidak terkira akan 
menuntun anda ke tempatnya itu ..
60 Kisah Para Sahabat
BalasHapusSejarah Hidup Abdurrahman bin Auf
Rencanakan Keuanganmu Dengan Baik Jika Ingin Travelling Ke Eropa
Kuliner Lezat Khas Lombok
Pantai Ujung Negoro, Pantai Cantik Nan Tersembunyi Di Batang