Searching...
09/08/12

ADAB BERBICARA




ADAB BERBICARA

1. Semua pembicaraan harus kebaikan, (QS 4/114, dan QS 23/3), dalam hadits nabi SAW disebutkan:
“Barangsiapa yang beriman pada ALLAH dan hari akhir maka hendaklah berkata baik atau lebih baik diam.” (HR Bukhari Muslim)

2. Berbicara harus jelas dan benar, sebagaimana dalam hadits Aisyah ra:
“Bahwasanya perkataan rasuluLLAH SAW itu selalu jelas sehingga bisa difahami oleh semua yang mendengar.” (HR Abu Daud)

3. Seimbang dan menjauhi bertele-tele, berdasarkan sabda nabi SAW:
“Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku nanti di hari Kiamat ialah orang yang banyak omong dan berlagak dalam berbicara.” Maka dikatakan: Wahai rasuluLLAH kami telah mengetahui arti ats-tsartsarun dan mutasyaddiqun, lalu apa makna al-mutafayhiqun? Maka jawab nabi SAW: “Orang2 yang sombong.” (HR Tirmidzi dan dihasankannya)

4. Menghindari banyak berbicara, karena kuatir membosankan yang mendengar, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Wa’il:
Adalah Ibnu Mas’ud ra senantiasa mengajari kami setiap hari Kamis, maka berkata seorang lelaki: Wahai abu AbduRRAHMAN (gelar Ibnu Mas’ud)! Seandainya anda mau mengajari kami setiap hari? Maka jawab Ibnu Mas’ud : Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku memenuhi keinginanmu, hanya aku kuatir membosankan kalian, karena akupun pernah meminta yang demikian pada nabi SAW dan beliau menjawab kuatir membosankan kami (HR Muttafaq 'alaih)

5. Mengulangi kata-kata yang penting jika dibutuhkan, dari Anas ra bahwa adalah nabi SAW jika berbicara maka beliau SAW mengulanginya 3 kali sehingga semua yang mendengarkannya menjadi faham, dan apabila beliau SAW mendatangi rumah seseorang maka beliau SAW pun mengucapkan salam 3 kali. (HR Bukhari)

6. Menghindari mengucapkan yang bathil, berdasarkan hadits nabi SAW:
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang diridhai ALLAH SWT yang ia tidak mengira yang akan mendapatkan demikian sehingga dicatat oleh ALLAH SWT keridhoan-NYA bagi orang tersebut sampai nanti hari Kiamat. Dan seorang lelaki mengucapkan satu kata yang dimurkai ALLAH SWT yang tidak dikiranya akan demikian, maka ALLAH SWT mencatatnya yang demikian itu sampai hari Kiamat.” (HR Tirmidzi dan ia berkata hadits hasan shahih; juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

7. Menjauhi perdebatan sengit, berdasarkan hadits nabi SAW:
“Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapatkan hidayah untuk mereka, melainkan karena terlalu banyak berdebat.” (HR Ahmad dan Tirmidzi)
Dan dalam hadits lain disebutkan sabda nabi SAW:
Aku jamin rumah didasar surga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah ditengah surga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku jamin rumah di puncak surga bagi yang baik akhlaqnya.” (HR Abu Daud)

8. Menjauhi kata-kata keji, mencela, melaknat, berdasarkan hadits nabi SAW:
“Bukanlah seorang mu’min jika suka mencela, mela’nat dan berkata-kata keji.” (HR Tirmidzi dengan sanad shahih)

9. Menghindari banyak canda, berdasarkan hadits nabi SAW:
“Sesungguhnya seburuk-buruk orang disisi ALLAH SWT di hari Kiamat kelak ialah orang yang suka membuat manusia tertawa.” (HR Bukhari)

10. Menghindari menceritakan aib orang dan saling memanggil dengan gelar yang buruk, berdasarkan QS 49/11, juga dalam hadits nabi SAW:
“Jika seorang menceritakan suatu hal padamu lalu ia pergi, maka ceritanya itu menjadi amanah bagimu untuk menjaganya.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi dan ia menghasankannya)
11. Menghindari dusta, berdasarkan hadits nabi SAW:
“Tanda-tanda munafik itu ada 3, jika ia bicara berdusta, jika ia berjanji mengingkari dan jika diberi amanah ia khianat.” (HR Bukhari)

12. Menghindari ghibah dan mengadu domba, berdasarkan hadits nabi SAW:
“Janganlah kalian saling mendengki, dan janganlah kalian saling membenci, dan janganlah kalian saling berkata-kata keji, dan janganlah kalian saling menghindari, dan janganlah kalian saling meng-ghibbah satu dengan yang lain, dan jadilah hamba-hamba ALLAH yang bersaudara.” (HR Muttafaq ‘alaih)

13. Berhati-hati dan adil dalam memuji, berdasarkan hadits nabi SAW dari AbduRRAHMAN bin abi Bakrah dari bapaknya berkata:
Ada seorang yang memuji orang lain di depan orang tersebut, maka kata nabi SAW: “Celaka kamu, kamu telah mencelakakan saudaramu! Kamu telah mencelakakan saudaramu!” (2 kali), lalu kata beliau SAW: “Jika ada seseorang ingin memuji orang lain di depannya maka katakanlah: Cukuplah si fulan, semoga ALLAH mencukupkannya, kami tidak mensucikan seorangpun disisi ALLAH, lalu barulah katakan sesuai kenyataannya.” (HR Muttafaq ‘alaih dan ini adalah lafzh Muslim)

Dan dari Mujahid dari Abu Ma’mar berkata: Berdiri seseorang memuji seorang pejabat di depan Miqdad bin Aswad secara berlebih-lebihan, maka Miqdad mengambil pasir dan menaburkannya di wajah orang itu, lalu berkata: Nabi SAW memerintahkan kami untuk menaburkan pasir di wajah orang yang gemar memuji. (HR Muslim)


ADAB MENDENGAR

1. Diam dan memperhatikan (QS 50/37)
2. Tidak memotong/memutus pembicaraan
3. Menghadapkan wajah pada pembicara dan tidak memalingkan wajah darinya sepanjang sesuai dengan syariat (bukan berbicara dengan lawan jenis)
4. Tidak menyela pembicaraan saudaranya walaupun ia sudah tahu, sepanjang bukan perkataan dosa.
5. Tidak merasa dalam hatinya bahwa ia lebih tahu dari yang berbicara

ADAB MENOLAK / TIDAK SETUJU
1. Ikhlas dan menghindari sifat senang menjadi pusat perhatian
2. Menjauhi ingin tersohor dan terkenal
3. Penolakan harus tetap menghormati dan lembut serta tidak meninggikan suara
4. Penolakan harus penuh dengan dalil dan taujih
5. Menghindari terjadinya perdebatan sengit
6. Hendaknya dimulai dengan menyampaikan sisi benarnya lebih dulu sebelum mengomentari yang salah
7. Penolakan tidak bertentangan dengan syariat
8. Hal yang dibicarakan hendaknya merupakan hal yang penting dan dapat dilaksanakan dan bukan sesuatu yang belum terjadi
9. Ketika menolak hendaknya dengan memperhatikan tingkat ilmu lawan bicara, tidak berbicara di luar kemampuan lawan bicara yang dikuatirkan menjadi fitnah bagi diri dan agamanya
10. Saat menolak hendaknya menjaga hati dalam keadaan bersih, dan menghindari kebencian serta penyakit hati.

"Aku adalah pemimpin pada sebuah tempat di surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia benar". [1]
Al Miro' adalah jidal/berdebat.
  • Dilarang membuat orang tertawa dengan cara berbohong. sebagaimana sabda Rasulullah r:
وَيْلٌ ِللَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبَ لِيَضْحَكَ بِهِ الْقَوْمِ وَيْلٌ لَهٌ وَيْلٌ لَهُ
"Celaka orang yang berbicara kemudian berbohong supaya orang-orang menertawakannya celaka baginya, celaka baginya".[2]
Semestinya seseorang meninggalkan banyak tertawa, sebagaimana sabda Rasulullah r:
لاَ تُكْثِرُوْا مِنَ الضَّحِكِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيْتُ الْقَلْبَ
"Janganlah kalian banyak tertawa sebab banyak tertawa menyebabkan matinya hati".[3]
  • Apabila seseorang berbicara dengan saudaranya kemudian dia menoleh kepadanya maka itu adalah amanah sebagaimana sabda Rasulullah r:                    
 إِذَا حَدَّثَ الَّرجُلُ بِاْلحَدِيْثِ ثُمَّ اْلتَفَتَ فَهِيَ أَمَانَةٌ
"Bilamana seorang membicarakan sesuatu kemudian dia menoleh kepadanya maka itu adalah amanah".[4]
  • Mendahulukan orang yang lebih tua dalam berbicara, dan berbicara harus dengan suara yang terang dan tidak rendah serta harus dengan kalimat yang jelas yang dapat dipahami oleh semua orang dengan tidak mengada-ada dan berlebih-lebihan.
  • Tidak memotong pembicaraan orang lain, sebagaimana yang diceritakan tentang Nabi r yang berbicara dengan kaumnya lalu masuk kepadanya seorang badui, kemudian bertanya kepadanya tentang hari kiamat, namun Rasulullah tetap meneruskan pembicaraannya bersama para shahabat, setelah selesai beliau berkata: “Manakah orang yang sebelumnya bertanya tentang hati kiamat?, maka barulah beliau menjawab pertanyaan orang tersebut.[5]
  • Berbicara dengan pelan-pelan dan tidak pula tergesa-gesa, sebagaimana diceritakan tentang Nabi r bahwa apabila beliau bicara dengan tentang sesuatu, seandainya ada orang yang menghitung ucapannya nya niscaya dia bisa terhitung).[6] Dan Rasulullah r tidak berbicara secara terus menerus, beliau bicara dengan suatu kalimat yang dan dan terperinci sehingga orang yang mendengarnya menjadi hafal.[7]
  • Berbicara dengan suara, pelan Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: وَاغْضُضْ مِنْ َصوِْتكَ   "Pelankanlah suaramu". [8]
  • Menjauhi kata-kata yang haram, seperti mengkafiran orang lain, bersumpah dengan selain nama Allah, perkataan seseorang: “Celaka manusia”, bersumpah dengan thalak serta mencaci maki masa.
  • Meninggalkan mementingkan diri sendiri dalam berbicara.
  • Tidak menceritakan tentang pribadi untuk membanggakan diri sendiri sebagaimana firman Allah I:    فَلاَ تُزَكُّـوا أَْنفُسَكُمْ
 "Maka Janganlah kamu mengatakan dirimu suci". "[9].
  • juga tidak mengagungkan diri sendiri dengan mengatakan aku, kami berpendapat dan sebagainya.
  • Menjaga perasaan orang lain, Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata: “Di antara mereka ada orang yang dirasuki oleh dorongan semangatnya (ruh) ini adalah keadaan yang berat lagi dibenci, dia adalah wujud akal yang tidak pantas berbicara untuk memberikan manfaat bagimu, atau tidak bisa berdiam dengan baik sehingga bisa mengambil pelajaran darimu, serta tidak mengetahui dirinya sendiri sehingga bisa menempatkan dirinya pada tempatnya.
  • Tidak mengungkapkan cacian kepada khalayak.
  • Hendaknya ia meninggalkan beberapa hal di bawah ini:
  • Banyak bertanya dan sengaja mengada-ada pertanyaan tersebut sebagaimana sabda Nabi r:
وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثًاوَمِنْهَا َكثْرَةُ السُّؤَالِ
"Dan membenci tiga hal dari kalian salah satunya adalah cerewet dalam bertanya".[10]
  •   Tergesa-gesa memberikan jawaban.
  •   Tergesa-gesa memberikan pendapat, baik dalam hal yang kecil atau yang besar.
  •   Sibuk mengahadapi orang-orang randah dan hina.
  •   Berbicara tidak sesuai dengan keadaan.
  Berbicara yang tidak keruan sebagaimana hadits Rasulullah r: 
      منْ حُسْنِ إِسْلاَمِ اْلمَرْءِ  َترْكُهُ مَالاَ يَعْنِيْهِ
"Dari kesempurnaan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak ada manfaatnya".[11]
  •   Berbicara disamping orang yang tidak menyukainya.
  •   Mengulang-ulangi omongan.
  •   Meninggikan diri terhadap orang yang mendengarkan omongan.
  •   Tidak mendengarkan orang lain yang berbicara dengan baik.
  •   Menganggap remeh terhadap pembicaraan orang lain.
  •   Meminta orang lain untuk mempercepat menyelesaikan perkataannya.
  •   Meninggalkan orang padahal seseorang belum menyelesaikan perkataannya.
  •   Tergesa-gesa memvonis orang yang berbicara sebagai pembohong.
  •   Menyepelekan perkataan orang yang masih muda belia.
  •   Tergesa-gesa menyebarkan suatu berita sebelum nampak fakta yang kongkrit (tentang kebenaran berita tersebut) dan belum jelas manfaat menyebarkannya.
  •   Mendengarkan dan menerima perkataan orang secara langsung tanpa menyaring dan menseleksi kebenaran berita tersebut.
  •  Kasar dalam memanggil orang. Allah I berfirman:
وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُوْلُ الَّتيِ هِيَ أَحْسَن,إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزِغُ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ ِلِْلإِنْسَانِ عَُدًّوا مُبِيًْا
"Katakanlah kepada hamba-hambaku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang baik (benar), sesungguhnya syaitan menimbulkan perselisihan diantara mereka, sesungguhnya syaitan merupakan musuh yang nyata bagi manusia".[12]

Pada ayat yang lain Allah I berfirman:   
      وَقُوْلُوْا ِللنَّاسِ حُسْنًا"Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia".".[13]
  •   Kasar dalam mencela.
  •   Tidak mengetahui adab berdiskusi.
  •   Tidak menghiraukan perasaan orang lain.
  •   Bersikap apriori terhadap teman bicara.
  •   Bergaya bahasa menantang dan menyerang.
  •    Masa bodoh dengan nama teman bicara.
  •   Mengabaikan prinsif-prinsif yang benar.
  •   Ngotot dengan kesalahan dan enggan kembali kepada yang hak.
  •   Tidak menguasai materi diskusi.
  •   Memvonis saat diskusi berlangsung.
  •   Bercabang dalam judul pembicaraan dan keluar dari fokus semula.
  •   Senang membantah dan bertentangan.
  •   Tenggelam dalam membicarakan sesuatu yang tidak bermanfaat.
  •   Banyak saling mencela.
  •   Banyak mengeluh kepada orang-orang.
  •   Banyak membicarakan tentang perempuan.
  •   Banyak bermain-main/senda gurau.
  •   Banyak bercanda.
  •   Banyak bersumpah, Allah I berfirman:
  • وَاحْفَظُوْا أَيْمَانَكُمْ "Jagalah sumpah-sumpah kalian".[14]
  •   Mencari-cari kesalahan teman duduk.
  •   Menampakkan kebosanan terhadap teman duduk.
  •   Membebankan teman duduknya untuk melayaninya.
  •   Melakukan suatu hal yang bertentangan dengan rasa di dalam majlis seperti membersihkan gigi dengan tusuk gigi, meludah di hadapan orang banyak, terbahak-bahak, dan memain-mainkan kumis serta jenggot.
  •   Melakukan kemungkaran di dalam majlis.
  •   Menghadiri majlis yang di dalamnya terdapat kemungkaran dan menemani mereka melakukan hal tersebut.
  •   Duduk dengan posisi yang tidak mencerminkan sopan santun.
  •   Duduk di tengah-tengah lingkaran orang banyak.
  •   Memaksakan diri berbicara secara fasih sebagaimana Rasulullah r bersabda:
سَيَكُوْنُ قَوْمٌ يَأْكُلُوْنَ بِأَلْسِنَتِهِمْ كَمَا تَأْكُلُ الْبَقَرَةُ مِنَ اْلأَرْضِ
"Akan ada suatu kaum dimana mereka makan dari hasil lisan-lisan mereka sebagaimana sapi memakan makanan dari bumi".[15]
  •   Janganlah membawa suatu perkataan apabila engkau tidak bisa membawakannya seperti yang sebenarnya".
  •   Senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk menutup aib saudara semuslim, hal ini sebagaimana di beritakan oleh Rasulullah r: 
   لاَ يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Tidaklah seorang hamba menutupi aib hamba yang lainnya di dunia melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat nanti".[16]
  •   Menjaga agar tidak menamai dengan gelar-gelar yang jelek sebagaimana Allah berfirman:                       وَلاَ تَنَابَزُوْا بِاْلأَلْقَابِ   
"Janganlah kamu panggil-memanggil dengan memakai gelar-gelar yang buruk".[17]
dan firman Allah I pula:
 وَيْلٌ ِلكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
"Celaka bagi pengumpat lagi  pencela"[18] 
Rasulullah r bersabda:
بِحَِسَبٍ اْمرِئٍ مِنَ الشَّـرِّ أَنْ َيحْقِـرَ أَخَاهُ اْلمُسْلِمَ
"Cukuplah seseorang berbuat dosa yaitu mengejek saudaranya yang muslim".[19] 
  • Apabila seseorang berbicara dengan suatu kaum, maka tidak boleh baginya mengarahkan pandangannnya kepada orang tertentu tanpa yang lainnya.
  • Apabila seseorang salah dalam mengatakan suatu perkataan walaupun perkataan itu mengandung kekufuran dimana lisannya ceroboh dengan ucapan tersebut, maka janganlah perkataan tersebut dijadikan sebagai modal untuk menjelekannya. Dalil yang menjelaskan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim bahwasanya Rasulullah r bersabda:
ِ
"Sesungguhnya Allah lebih gembira dengan taubat seorang hambaNya tatkala ia bertaubat kepadaNya dari seseorang yang bersama hewan tunggangannya di suatu padang yang luas, kemudian hewan itu menghilang darinya sedangkan makanan dan minumannya ada padanya. Lalu ia merebahkan badannya dibawah pohon karena telah putus asa dengan hewannya itu. Namun, tatkala dia bangun, tiba-tiba hewan tersebut berdiri dihadapannya, kemudian ia mengambil tali pengikatnya sambil berkata dengan perasaan yang sangat bahagia: “Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhanMu”, Ia salah mengucapkannya karena kegembiraannya".[20]  

Wamaa taufiiqi illaa biLLAAH, ‘alaihi tawakkaltu wa ilaihi uniib


[1] HR.Abu daud no:4800 
[2] HR.Abu daud no: 4990 
[3]  HR.Ibnu Majah no:4193  
[4] HR. Abu daud no:4878 
[5] HR. Bukhari no:59
[6] HR. Bukhari no:3568
[7] HR. Ahmad no:25677
[8] QS. Lukman:19
[9] QS. An Najm:32
[10] HR.Muslim no:1715 Ahmad juz 2 hal 27
[11]  HR.At-Turmudzi no:1887dan dihasankan Al Albani
[12] QS. Al Isra:53
[13] QS. Al Baqoroh:83
[14] QS.. Al Maidah( 4):89)
[15]  HR.Shohih Al Jami'
[16]  HR.Shohih Al Jami'
[17]  QS.Al Hujurat:11
[18] QS Al Humazah:1
[19]  HR.Shohih Al Jami'
[20] HR. Muslim no:2747 kitab At Taubah

0 comments:

Posting Komentar

 
Back to top!